KAJIAN STRUKTURAL TOKOH PADA NASKAH DRAMA “ORANG KASAR” KARYA ANTON CHEKOV SADURAN WS RENDRA
Muh. Ronaldhin Dona,
A1M118109, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo.
Email
: muhammadronaldhin18@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Naskah drama
merupakan karangan yang berisi kisah. Bahkan kadang juga dilengkapi
dengan penjelasan nama-nama tokoh, dialog yang diucapkan para tokoh, keadaan
panggung, tata busana, tata lampu (lighting), dan tata suara (Endraswara,
2011:37).
Dasar penulisan
sebuah naskah drama adalah konflik yang terdapat dalam kehidupan manusia.
Konflik yang terjadi terbangun oleh pertentangan-pertentangan para tokohnya.
Penuangan kehidupan itu digali dan diolah sedemikian rupa oleh penulisnya
sehingga mampu menampilkan suatu cerita yang menarik. Sisi dominan dari sebuah
naskah drama ditentukan oleh penulisanya tergantung bagaimana pengarang
memandang kehidupan. Kreativitas seorang pengarang terlihat dari kemahiran
pengarang menjalin konflik, menjawab konflik dengan surprise, dan
memberikan kebaruan dalam jawaban itu (Waluyo 2003:7-8).
Naskah drama adalah karya sastra yang sejajar dengan puisi dan prosa. Ketiga jenis karya sastra tersebut memiliki teknik penulisan yang berbeda. Teknik penulisan naskah drama memiliki kekhususan jika dibandingkan dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Karena memiliki kemungkinan untuk dipentaskan, naskah drama memiliki teks samping (nebentext) dan teks utama (hauptext). Teks samping berguna untuk menyatakan latar, laku tokoh, suasana berlangsungnya kisah, dan petunjuk teknis. Sutradara-sutradara drama biasanya mengacu pada teks samping (nebentext) untuk mendekorasi pentas drama (Nurhadi, 2009:3).
Dalam hal ini penulis fokus
menerangkan mengenai mengenai tokoh dan penokohan dalam naskah drama “Orang
Kasar” Karya Anton Chekov. Menurut Luxemburg, Bal, dan Weststeijn
(1984:171), istilah tokoh dipergunakan apabila membahas mengenai sifat-sifat
pribadi seorang pelaku, sedangkan istilah pelaku bila kita membahas instasi
atau peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur
peristiwa. Luxemburg membagi pelukisan watak menjadi dua, yaitu pelukisan watak
secara eksplisit dan pelukisan watak secara implisit. Pelukisan watak secara
eksplisit, watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentator seorang pelaku
lain. Seorang tokoh juga dapat melukiskan wataknya sendiri. Di sini seluruh
tokoh itu merupakan dasar apakah dia pantas dipercaya atau tidak. Pelukisan
watak secara implisit, pelukisan ini terjadi lewat perbuatan dan ucapan, dan
sebetulnya lebih penting daripada pelukisan eksplisit.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Bagaimana
tokoh atau penokohan dalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov.
1.3 Tujuan
a.
Untuk
mengetahui tokoh dan penokohan dalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton
Chekov.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Drama Sebagai Karya Sastra
Drama
adalah genre (jenis) sastra yang menggambarkan gerak kehidupan manusia. Istilah untuk drama di masa penjajahan Belanda di Indonesia
disebut tonil itu. Tonil kemudian diganti dengan istilah-play yang dikembangkan
oleh PKG Mangku VII. Drama berasal dari kode dalam bahasa Jawa dan wara. Sandi
berarti rahasia, sementara wara (warah) berarti mengajar. Maka istilah
menyiratkan ajaran teater yang dilakukan oleh simbol. Berbagai macam
pakar atau ahli juga telah banyak mengemukakan mengenai definisi drama. Menurut
Budianta, dkk (2002), drama merupakan genre
sastra dimana penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya
percakapan atau dialog diantara para tokoh yang ada. Sedangkan Balthazar Vallhagen
mengemukakan bahwa drama merupakan sebuah kesenian yang melukiskan sifat dan
watak manusia dengan gerakan.
Drama sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “draomai” yang berarti berbuat,
bertindak, dan sebagainya. Kata drama dapat diartikan sebagai suatu perbuatan
atau tindakan. Secara umum, pengertian drama merupakan suatu karya sastra yang
ditulis dalam bentuk dialog dan dengan maksud dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan
naskah drama dapat dikenal dengan istilah teater. Drama juga dapat
dikatakan sebagai cerita yang diperagakan di panggung dan berdasarkan sebuah
naskah.
Pada umumnya, drama memiliki 2 arti, yaitu drama dalam
arti luas serta drama dalam arti sempit. Pengertian drama dalam arti luas
adalah semua bentuk tontonan atau pertunjukkan yang mengandung cerita yang
ditontonkan atau dipertunjukkan di depan khalayak umum. Sedangkan pengertian
drama dalam arti sempit ialah sebuah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang
diproyeksikan di atas panggung.
Berdasarkan bentuk sastra cakapannya, drama
dibedakan menjadi dua, yaitu; 1).Drama puisi, yaitu drama yang sebagian besar
cakapannya disusun dalam bentuk puisi atau menggunakan unsur-unsur puisi; 2). Drama
prosa, yaitu drama yang cakapannya disusun dalam bentuk prosa. Berdasarkan
sajian isinya drama dibedakan menjadi tiga, yaitu; 1). Tragedi
(drama duka), yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih atau muram, yang
terlibat dalam situasi gawat karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Keadaan
tersebut mengantarkan tokoh pada keputusasaan dan kehancuran. Dapat juga
berarti drama serius yang melukiskan tikaian di antara tokoh utama dan kekuatan
yang luar biasa, yang berakhir dengan malapetaka atau kesedihan; 2). Komedi
(drama ria), yaitu drama ringan yang bersifat menghibur, walaupun selorohan di
dalamnya dapat bersifat menyindir, dan yang berakhir dengan bahagia; 3). Tragikomedi
(drama dukaria), yaitu drama yang sebenarnya menggunakan alur dukacita tetapi
berakhir dengan kebahagiaan. Berdasarkan kuantitas cakapannya drama dibedakan
menjadi tiga, yaitu; 1). Pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata; 2). Minikata,
yaitu drama yang menggunakan sedikit sekali kata-kata; 3). Doalogmonolog,
yaitu drama yang menggunakan banyak kata-kata. Berdasarkan besarnya pengaruh
unsur seni lainnya drama dibedakan menjadi tiga, yaitu; 1). Opera/operet, yaitu
drama yang menonjolkan seni suara atau musik; 2). Sendratari, yaitu drama yang
menonjolkan seni eksposisi; 3). Tablo, yaitu drama yang menonjolkan seni
eksposisi.
2.2 Kajian Struktural
Secara
etimologis, kata struktur beasal dari bahasa latin structura, yang berarti
bentuk atau bangunan. Secara definiktif, strukturalisme berarti paham mengenai
unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di
satu pihak antar hubungan unsur yang satu dengan usnr lainnya, di pihak yang
lain hubungan antara unsur (unsur) dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak
semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman,
tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan (Ratna, 2004: 91).
Dalam
kajian struktural, karya sastra harus dipandang sebagai suatu struktur yang
berfungsi. Struktur tidak hanya hadir dalam kata dan bahasa, melainkan dapat
dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, setting, dan
sudut pandang (Fananie, 1996: 114). Oleh karena itu, untuk mengetahui
keseluruhan makna dalam sebuah karya sastra, maka unsur-unsur tersebut harus
dihubungkan satu sama lain. Apakah struktur tersebut merupakan suatu kesatuan
yang saling mengikat dan menopang sehingga memberikan nilai pada sebuah karya
sastra.(Prawesti et al., 2013)
Nurgiyantoro (2000: 37) menyatakan bahwa pada
dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan
keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan
sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural harus menunjukkan bagaimana hubungan
antarunsur intrinsik dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik
dan makna keseluruhan yang ingin dicapai dalam sebuah karya sastra. Sejalan
dengan hal tersebut, Ratna (2004: 90) menyatakan bahwa tugas analisis struktur
adalah membongkar unsur-unsur yang tersembunyi yang berada dibaliknya.
Pendekatan struktural secara langsung ataupun
tidak langsung sebenarnya banyak dipengaruhi oleh konsep struktur linguistik
yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure yang intinya berkaitan dengan
konsep sign dan meaning. Dari unsur itulah akan dapat dinyatakan sesuatu yang
membentuk realitas. Karena itu, untuk memberi makna atau memahami makna yang
tertuang dalam karya sastra, penelaah harus mencarinya berdasarkan telaah
struktur yang dalam hal ini terefleksi melalui unsur bahasa (Fananie, 1996:
115).
Zulfahnur (1996: 148) memaparkan bahwa
struktural mempunyai kriteria dan konsep sebagai berikut. 1). Memberi penilaian
terhadap keharmonisan semua komponen yang membentuk keseluruhan struktur dengan
menjalin hubungan antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan
yang bermakna dan bernilai estetik. 2). Memberikan penilaian terhadap hubungan
harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal
yang sama penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra. Yang dimaksudkan
dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan, pemikiran, falsafah,
cerita, pusat, tema, sedangkan yang dimaksud dengan bentuk adalah alur, bahasa,
sistem penulisan, dan perwajahan sebagi karya tulis.
Jean Piaget (via Hawkes dalam Teeuw, 1984:
141) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam pengertian struktur terkandung tiga
gagasan pokok yaitu, the idea of
wholeness (gagasan keseluruhan), the
idea of transformation (gagasan transformasi), dan the idea of self-regulation (gagasan regulasi diri). Gagasan
keseluruhan berarti bagian-bagiannya menyesuaikan diri dengan seperangkat
kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian-
bagiannya. Di dalam gagasan transformasi, struktur itu memenyanggupi prosedur transformasi
yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Di dalam gagasan
regulasi diri, struktur tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk
mempertahankan proses transformasinya, tetapi otonom terhadap unsur- unsur
lain.
Pendekatan struktural suatu karya sastra
dilakukan untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik karya sastra. Lebih lanjut,
dapat dikatakan dalam penelitian struktural ini peneliti melakukan analisis
struktur karya sastra yang bertujuan membongkar secermat, seteliti,
semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
anasir-anasir karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh
(Teeuw, 1984: 135).
Dari berbagai
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa struktur dalam suatu karya
sastra adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang yang terkait satu sama lain dan
membentuk keseluruhan isi cerita. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis
struktural untuk merombak setiap unsur yang terdapat didalamnya, yang mana
analisis ini pada dasarnya dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan
mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik, sehingga didapat
pemahaman yang menyeluruh dari sebuah karya sastra.
2.3 Tokoh
Tokoh adalah
orang atau karakter dalam suatu cerita atau karya sastra, sementara penokohan
adalah watak atau karakter atau sifat dari tokoh tersebut dalam suatu cerita. Menurut Dewojati
(2010:169), unsur karakter yang dalam drama biasa disebut tokoh adalah bahan
yang paling aktif untuk menggerakkan alur. Lewat penokohan ini, pengarang dapat
mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokoh. Perwatakan atau
penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun batin
pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita (Hayati, 1990:119).
Menurut Santosa, dkk (2008:90) penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran
satu dengan peran yang lain. Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan akan
diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil, maka
perasaan penonton akan merasa terwakili oleh perasaan peran yang diidentifikasi
tersebut. Penokohan atau perwatakan dalam sebuah lakon memegang peranan yang
sangat penting. Egri dalam Santosa, dkk (2008:90), berpendapat bahwa
berperwatakanlah yang paling utama dalam lakon. Tanpa perwatakan tidak akan ada
cerita, tanpa perwatakan tidak bakal ada alur. Padahal ketidaksamaan watak akan
melahirkan pergeseran, tabrakan kepentingan, konflik yang akhirnya melahirkan
cerita Hamzah (1985 dalam Santosa, dkk, 2008:90). Menurut Luxemburg, Bal, dan
Weststeijn (1984:171), istilah tokoh dipergunakan apabila membahas mengenai
sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sedangkan istilah pelaku bila kita membahas
instasi atau peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur
peristiwa. Luxemburg membagi pelukisan watak menjadi dua, yaitu pelukisan watak
secara eksplisit dan pelukisan watak secara implisit. Pelukisan watak secara
eksplisit, watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentator seorang pelaku
lain. Seorang tokoh juga dapat melukiskan wataknya sendiri. Di sini seluruh
tokoh itu merupakan dasar apakah dia pantas dipercaya atau tidak. Pelukisan
watak secara implisit, pelukisan ini terjadi lewat perbuatan dan ucapan, dan
sebetulnya lebih penting daripada pelukisan eksplisit.
Hudson
(1958 dalam Budianta, 2002:106) menyatakan bahwa alur lebih penting daripada
tokoh karena tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur itu, dan tokoh
lebih penting daripada alur karena alur hanya dipergunakan untuk mengembangkan
tokoh. Hudson cenderung mengatakan bahwa pementingan terhadap tokoh lebih utama
dibandingakan dengan pementingan terhadap alur, hal ini disebabkan sesuatu
cerita akan meninggalkan kesan yang dalam dan bahkan mungkin abadi lantaran
penokohan di dalam cerita itu begitu kuat dan meyakinkan dalam membangun alur
cerita.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah unsur yang
paling penting dalam sebuah pementasan
drama, karena tanpa adanya tokoh pasti tidak
akan ada pementasan drama. Penokohan juga dapat digunakan untuk membedakan
peran yang satu dengan peran yang lain, karena antara tokoh yang satu dengan
yang lain akan mempunyai karakter yang berbeda-beda.
2.4 Peran dan Teknik
Penggambaran Tokoh
Wahyuningtyas
dan Santosa (2011:3) membagi tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya dibedakan
menjadi tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, dan tokoh tambahan.
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh
yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang
dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya
dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku,
sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara
dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2006:50).
Menurut Santosa, dkk (2008:90), peran merupakan sarana
utama dalam sebuah lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik.
Konflik dapat dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah
laku peran. Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan
motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran
inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Peran-peran tersebut adalah
sebagai berikut.
a. Protagonis
Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat
atau sentral dari cerita. Keberadaan peran adalah untuk mengatasi
persoalan-persoalan yang muncul ketika mencapai suatu cita-cita. Persoalan ini
bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan dirinya
sendiri. Peran ini juga menentukan jalannya cerita.
b. Antagonis
Antagonis adalah peran
lawan, karena dia seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu
terjadi. Tokoh protagonis dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian,
dan pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh antagonis harus
memiliki watak yang kuat dan kontradiktif terhadap tokoh protagonis.
c. Deutragonis
Deutragonis adalah tokoh lain yang berada
di pihak tokoh protagonis. Peran ini ikut mendukung menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi oleh tokoh protaganis.
d. Tritagonis
Tritagonis adalah peran penengah yang bertugas menjadi
pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.
e. Foil
Foil adalah
peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi tetapi ia
diperlukan guna menyelesaikan cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh
antagonis.
f.
Utility
Utility adalah
peran pembantu atau sebagai tokoh pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita
dan kesinambungan dramatik. Biasanya tokoh ini mewakili jiwa penulis.
Adapun
teknik penggambaran tokoh dalam menentukan suatu tokoh dalam sebuah drama.
Teknik penggambaran tokoh menurut Altenbernd dan Lewis (1966 dalam
Wahyuningtyas dan Santosa, 2011:4) sebagai berikut.
a. Secara analitik, yaitu pelukisan tokoh cerita yang
dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan secara langsung.
b. Secara dramatik, yaitu pengarang tidak langsung
mendeskripsikan sikap, sifat, dan tingkah laku tokoh, tetapi melalui beberapa
teknik lain, yaitu teknik cakapan (percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
cerita untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan), teknik tingkah
laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh,
teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik
(teknik melukiskan keadaan fisik tokoh).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tokoh dan
Penokohan Pada Naskah Drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov
Tokoh dapat diartikan sebagai pemegang peran
(peran utama) dalam roman atau drama. Menurut Nurgiyantoro (2000), pengertian
tokoh dapat dimaknai sebagai seseorang atau sekelompok orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif dimana para pembaca dapat melihat sebuah
kecenderungan yang diekspresikan baik melalui ucapan maupun tindakan. Nurgiyantoro
(2000) juga menambahkan bahwa berdasarkan tingkat perannya, tokoh dapat dibagi
menjadi dua: tokoh tambahan dan tokoh utama. Tokoh utama adalah tokoh yang
paling diprioritaskan dalam sebuah cerita, seperti pada novel atau karya
lainnya. Sedangkan tokoh tambahan bisa disebut sebagai tokoh pembantu yang
bertugas untuk membantu peran tokoh utama. Selain itu, tokoh tambahan hanya
muncul pada suatu kejadian yang berkaitan dengan peran yang dilakukan oleh
tokoh utama.
Wahyuningtyas dan Santosa
(2011:3) membagi tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya dibedakan menjadi tokoh
utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah
tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh
tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi
kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Selanjutnya dijelaskan pula mengenai peran
serta watak tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh
dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sementara
aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam
hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2006:50).
Menurut Santosa, dkk (2008:90), peran merupakan sarana
utama dalam sebuah lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik.
Konflik dapat dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah
laku peran. Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan
motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran
inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Berikut adalah peran-peran
para tokoh dalam naskah drama “Orang Kasar”.
1.
Tokoh
utama
Didalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov terdapat dua tokoh
yang memegang peran sebagai tokoh utama, yaitu Nyonya Martopo dan Baitul Bilal.
Kedua tokoh kerap disajikan pada setiap permasalahan yang muncul dalam naskah
drama “Orang Kasar” ini. Dapat dilihat dalam
naskah tersebut bahwa kedua tokoh ini menjadi peran utama yang dijadikan tempat
pengaduan tokoh lain.
a.
Nyonya
Martopo
Tokoh Nyonya Martopo dalam naskah drama “Orang Keras” ini kerap
dihadirkan dalam setiap adegan cerita atau dapat dikatakan tokoh ini memiliki
peran protagonis pada naskah drama “Orang Kasar”. Tokoh Nyonya Martopo memiliki
peran utama yang merupakan pusat atau sentral
dari cerita. Keberadaan peran ini adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan
yang muncul ketika mencapai suatu cita-cita. Persoalan ini bisa dari tokoh
lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan dirinya sendiri.
Berikut ini disajikan pula beberapa perwatakan yang
diperoleh oleh tokoh Nyonya Martopo pada penggalan-penggalan naskah drama “Orang
Kasar”, yaitu sebagai berikut.
1)
Setia
Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak setia, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
“........Saya tahu, ini bukan rahasia pula
bagimu, suamiku sering tidak adil terhadap saya, kejam, dan ia tidak setia,
tetapi saya akan setia, kepada bangkainya dan membuktikan kepadanya betapa saya
bisa mencinta. Di sana, di akhirat ia akan menyaksikan bahwa saya masih tetap
sebagai dulu.”
2)
Tegas
Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak tegas, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
“Saya minta, jangan bicara seperti itu lagi.
Pak Darmo telah tahu, bahwa sejak kematian mas Martopo, hidup ini tak ada
harganya lagi bagi saya. Bapak kira aku ini hidup? Itu hanya nampaknya saja,
mengertikah Pak Darmo? Oh, saya harap arwahnya yang telah pergi itu
melihatbagaimana aku mencintainya......”
3)
Pemalu
Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak pemalu, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
BEL DIBUNYIKAN ORANG DENGAN KERAS
NYONYA (gugup)
“Siapa itu? Saya tak mau terima tamu!”
DARMO
“Ya, nyonya. (pergi keluar, ke pintu tengah)”
4) Pemarah
Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak pemarah, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
DARMO
”Saya sudah berkata begitu, tetapi ia orang yang ganas,
ia mencaci maki dan nekad saja masuk ke dalam kamar, ia sekarang sudah
menerobos ke kamar makan.”
NYONYA (marah sekali)
“Baiklah! Bawa dia kemari! Orang tak tahu
adat!”
5)
Lemah
Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak lemah, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
NYONYA MARTOPO MASUK DENGAN MATA MEREDUP KE
BAWAH
NYONYA
“Tuan, selama hidup saya sepi ini saya tak
bisa mendengar suara manusia dan saya tak bisa tahan mendengar bicara orang
keras-keras. Saya minta kepada tuan, sukalah hendaknya supaya tidak menggangu
kedamaian saya.”
6)
Pemberani
Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak pemberani, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
NYONYA
“Tuan Baitul Bilal!
Pergilah… Oh, pergi! Keluar!”
BILAL
“Dengan hormat,
agak sopankah sedikit!”
NYONYA (Meninju udara
menghentakkan kaki)
“Engkau kasar!
Engkau biadab! Engkau monyet!”
BILAL
“Apa katamu?”
NYONYA
“Engkau biadab, engkau
monyet!”
BILAL (Cepat
menghampirinya)
“Ijinkanlah saya
bertanya, atas hak apa nyonya menghina saya?”
NYONYA
“Habis, mau apa
lagi? Tuan kira saya takut pada tuan?”
b.
Baitul
Bilal
Tokoh Baitul Bilal juga termasuk salah satu tokoh utama dalam naskh
drama “Orang Kasar” ini. Dimana juga terdapat beberapa penggalan teks naskah
drama yang kerap bersitegang atau menjalin konflik berasama dengan tokoh ini.
Tokoh ini memiliki peran sebagai tokoh antagonis atau peran lawan dari
tokoh-tokoh lainnya dalam naskah drama “Orang Kasar”. Tokoh ini seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu
terjadi, serta menjalin unsur kontra dengan tokoh lain.
Berikut ini disajikan pula beberapa perwatakan yang diperoleh
oleh tokoh Baitul Bilal pada penggalan-penggalan naskah drama “Orang Kasar”,
yaitu sebagai berikut.
1)
Keras
kepala
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak keras kepala, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
NYONYA
“Sudah bapak
katakana tak menerima tamu!?”
DARMO
“Saya sudah berkata begitu, tetapi ia orang
yang ganas, ia mencaci maki dan nekad saja masuk ke dalam kamar, ia sekarang
sudah menerobos ke kamar makan.”
2)
Kasar
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak kasar, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
BILAL MASUK
DIIRINGI DARMO
BILAL (Kepada Darmo)
“Orang goblog! Engkau terlalu banyak omong!
Engkau keledai! (melihat nyonya
martopo, sopan)......”
3)
Pemaksa
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak pemaksa, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
BILAL
“Dan saya sangat bernafsu untuk bunuh diri
bila saya tak bisa membayar bunga hutang saya besok pagi. Mereka akan menyita perkebunan
saya.”
NYONYA
“Besok lusa tuan
akan menerima uang itu.”
BILAL
“saya tak
membutuhkannya besok lusa, tapi hari ini.”
NYONYA
“Saya menyesal,
tapi hari ini saya tak bisa membayar.”
BILAL
“Dan saya tak bisa
menunggu sampai besok lusa.”
4)
Pemarah
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak pemarah, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
BILAL
“Saya datang tidak untuk bertemu dengan bendahara nyonya, saya datang untuk
bertemu dengan nyonya. Saya tak peduli pada bendahara itu! Demi syetan tidak
peduli! – Maafkan bahasa saya ini!”
NYONYA
“Sesungguhnyalah tuan, saya tak biasa dengan
bahasa seperti itu, ataupun tingkah laku seperti itu, saya tidak bernafsu untuk
berbicara lebih lanjut.”
NYONYA MARTOPO PERGI KE KIRI
BILAL
“Apa bisa kukatakan sekarang? Tidak bernafsu.
Tepat tujuh bulan setelah suaminya mati! Saya harus membayar bunga bukan?
Suaminya mati begitu saja, bendaharanya pergi entak kemana – semoga ditelan
syetan dia! Sekarang, terangkanlah, apa yang harus saya lakukan? Apakah saya
harus lari dari penagih dari Bank itu dengan helicopter. Ataukah saya harus
membenturkan kepala saya ke tembok batu?”
“Ketika saya datang ke Sudargo itu untuk
menagih hutangnya, ia pakai taktik “tak ada di rumah” dan Irwan itu terang-terangan
saja lari sembunyi, saya telah pula bertengkar dengan si KArto dan
hampir-hampir saya lempar ia keluar jendela, Marno pura-pura sakit, dan wanita
ini, “tak bernafsu” katanya! Tak seorangpun diantara mereka mau membayar hutang
mereka! Dan semuanya ini sebab saya terlalu memanjakan mereka, saya terlalu
ramah dan terlalu sopan santun. Saya terlalu lembut hati terhadap mereka! Tapi
tunggulah! Saya tak akan membiarkan seseorangpun memperdayakan saya, syetan
akan menghajar mereka! Saya akan tinggal di sini dan tak akan beranjak sebelum
ia membayar utangnya!”
“Brrr! Betapa marah saya! Betapa heibat marah
saya! Segenap urat saya gemetar, karena marah dan saya hampir-hampir tak bisa
bernafas! Oh, sampai-sampai saya hampir sakit. Syeitan! (Memanggil) Mandor! Pak Mandor!......”
5)
Gigih
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak gigih, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
DARMO MASUK
DARMO (memberikan
segelas air kwas)
“Nyonya Martopo
sakit dan tidak mau bicara dengan tamu.”
BILAL
“Minggat!! (Darmo pergi)”
“Sakit dan tak mau bicara dengan tamu!
Baiklah, boleh saja. Sayapun juga tak mau bicara! Saya akan duduk di sini dan
tinggal di sini sampai kau bayar hutang saya. Kalau kau sakit seminggu, saya
akan duduk di sini seminggu. Kalau kau sakit setahun, saya akan duduk di sini
setahun. Seluruh isi sorga menjadi saksinya, saya harus mendapatkan kembali
uang saya! Kau tidak akan mengguncangkan saya dengan duka citamu itu—dan juga
tidak dengan alis matamu yang bagus itu! Bah! Aku tak lagi heran melihat alis
matamu itu!......”
6)
Sembrono
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak sembrono, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
DARMO MASUK
DARMO
“Ada apa?”
BILAL
“Saya minta minum! (Darmo keluar. bilal duduk lagi dan melihat pada pakaiannya) Ugh,
gagalnya sudah nyata. Tak bisa dibantah lagi. Debu, sepatu kotor, belum mandi,
belum bersisir, jerami mengotori pakaian – nyonya itu barangkali mengira saya
ini seorang garong. (Ia menguap)”
“Memang agak kurang sopan masuk ke ruang tamu
seperti pakaian seperti ini. Nah, ya, ya tak ada salahnya sampai sekarang. Saya
datang kemari tidak sebagai tamu. Saya penagih hutang, dan taka pa pakaian yang
khusus bagi penagih hutang !”
DARMO (Masuk dengan segelas kwas)
“Wah, tuan tampak bebas betul di sini.”
BILAL (Marah)
“Apa? Kepada siapa kau tujukan ucapanmu itu?
Diam! Tak usah ngomong!”
DARMO (Marah)
“Kacau! Kacau! Orang ini tak mau pergi! (Keluar)”
BILAL
“Ya, syeitan, betapa marahnya saya! Cukup
marah untuk melempari seluruh dunia ini dengan Lumpur! Sampai saya merasa
sakit! – Mandor!”
7)
Sombong
Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak sombong, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
NYONYA
“Tidak!
Tuan tidak tahu! Tuan ini orang kampung, orang tak tahu adat! Seorang tuan yang
terhormat tak akan bicara seperti itu di depan seorang wanita!”
BILAL
“Wah,
hebat betul! Nyonya tau, bagaimana seharusnya orang bicara kepada nyonya dalam
bahasa Inggeris, barangkali? Dear
lady, would yau like to lend me your beautiful eyes? Pardon me for having disturb you! What a
beautiful wheather We are having today! Shell we meet again tomorrow?(Membungkuk memberi hormat dengan cara
mengejek)”
2.
Tokoh
tambahan
Tokoh tambahan bisa disebut
sebagai tokoh pembantu yang bertugas untuk membantu peran tokoh utama. Selain
itu, tokoh tambahan hanya muncul pada suatu kejadian yang berkaitan dengan
peran yang dilakukan oleh tokoh utama. Pada naskah drama “Orang Kasar’ Karya
Anton Chekov tokoh yang memiliki tempat sebagai tokoh tambahan yaitu Mandor
Darmo. Dimana
tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya
dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.
Berikut ini disajikan pula beberapa perwatakan yang diperoleh
oleh tokoh Mandor Darmo pada penggalan-penggalan naskah drama “Orang Kasar”,
yaitu sebagai berikut.
a.
Perhatian
Untuk tokoh Mandor Darmo yang memiliki watak perhatian, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
“Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan seperti ini. Hal ini tidak
bisa dibenarkan, nyonya Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu bergurau
di kebun sambil memetik tomat, semua yang bernafas sedang menikmati hidup ini,
bahkan kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan berbahagia, berlari-lari
kian kemari di halaman, berguling-guling di rerumputan dan menangkapi
kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri nyonya sendiri di dalam rumah
seakan-akan seorang suster di biara.”
“Ya, sebenarnyalah bila dihitung secara tepat, nyonya tak pernah
meninggalkan rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun.”
b.
Bijaksana
Untuk tokoh Mandor Darmo yang memiliki watak bijaksana, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
”Ini lagi ! Ini lagi ! Ngeri saya
mendengarkannya, sungguh! Tuan Martopo telah mati, itu kehendak Allah, dan
Allah telah memberikannya kedamaian yang abadi. Itulah yang nyonya ratapi dan
sudah sepantasnya nyonya menyudahinya. Sekarang inilah waktunya untuk berhenti
dari semua itu. Orang toh tak bisa terus menerus melelehkan air mata dan
memakai baju hitam yang muram itu! Istri sayapun telah meninggal dunia beberapa
tahun yang lalu. Saya berduka cita untuknya, sebulan penuh saya melelehkan air
mata, sudah itu selesai sudah.”
“Haruskah orang berkabung selama-lamanya? Itu
sudah lebih dari yang sepantasnya untuk suami nyonya!......”
c.
Penurut
Untuk tokoh Mandor Darmo yang memiliki watak penurut, dapat dilihat
melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.
DARMO MASUK DENGAN GUGUP
DARMO
“Oh,
nyonya, ada orang ingin bertemu dengan nyonya, mendesak untuk bertemu dengan
nyonya…”
NYONYA
“Sudah
bapak katakan bahwa sejak kematian suami saya, saya tak mau menerima seorang
tamupun?”
DARMO
“Sudah,
tetapi ia tidak mau mendengarkannya, katanya urusannya sangat penting.”
NYONYA
“Sudah
bapak katakana tak menerima tamu!?”
DARMO
“Saya
sudah berkata begitu, tetapi ia orang yang ganas, ia mencaci maki dan nekad
saja masuk ke dalam kamar, ia sekarang sudah menerobos ke kamar makan.”
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam sebuah
pementasan drama. Dengan adanya penokohan ini penonton bisa membedakan tokoh
satu dengan tokoh yang lainnya karena setiap tokoh mempunyai peran dan karakter
yang berbeda-beda yaitu protagonis, antagonis, deutragonis, tritagonis, foil,
utility atau flat character, round character,
teatrikal, dan karikatural.
Naskah drama “Orang Kasar”
Karya Anton Chekov merupakan saduran dari WS Rendra. Didalam naskah drama ini,
kita menjupai dua tokoh utama, yaitu Nyonya Martopo dan Baitul Bila, serta satu
tokoh tambahan yaitu Mandor Darmo. Diantara tokoh Nyonya Martopo dan Baitul
Bilal keduanya memiliki peran masing-masing, dimana tokoh Nyonya Martopo memperoleh
peran protagonis dan tokoh Baitul Bilal memperoleh peran antagonis, hal
tersebut dapat dilihat melalui beberapa penggalan teks didalam naskah drama
“Orang Kasar” Karya Anton Chekov saduran WS Rendra.
DAFTAR PUSTAKA
Prawesti, A., Pendidikan, J., Jerman, B., Bahasa, F., Seni, D. A. N., & Yogyakarta, U. N. (2013). Naskah Drama Emilia Galotti. 211.
http://scholar.unand.ac.id/21764/2/bab%201.pdf
http://artikel-pendidikan-sosial-ilmiah.blogspot.com/2017/07/pengertian-penokohan-dan-tokoh.html
http://digilib.unila.ac.id/4949/15/BAB%20II.pdf
https://tekooneko.com/pengertian-tokoh/
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-drama/
http://eprints.uny.ac.id/9929/3/BAB%202%20-%2007203241040.pdf