Senin, 18 Mei 2020

KAJIAN STRUKTURAL TOKOH PADA NASKAH DRAMA “ORANG KASAR” KARYA ANTON CHEKOV SADURAN WS RENDRA

KAJIAN STRUKTURAL TOKOH PADA NASKAH DRAMA “ORANG KASAR” KARYA ANTON CHEKOV SADURAN WS RENDRA

Muh. Ronaldhin Dona, A1M118109, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo.

Email : muhammadronaldhin18@gmail.com




BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Naskah drama merupakan karangan yang berisi kisah. Bahkan kadang juga dilengkapi dengan penjelasan nama-nama tokoh, dialog yang diucapkan para tokoh, keadaan panggung, tata busana, tata lampu (lighting), dan tata suara (Endraswara, 2011:37).

Dasar penulisan sebuah naskah drama adalah konflik yang terdapat dalam kehidupan manusia. Konflik yang terjadi terbangun oleh pertentangan-pertentangan para tokohnya. Penuangan kehidupan itu digali dan diolah sedemikian rupa oleh penulisnya sehingga mampu menampilkan suatu cerita yang menarik. Sisi dominan dari sebuah naskah drama ditentukan oleh penulisanya tergantung bagaimana pengarang memandang kehidupan. Kreativitas seorang pengarang terlihat dari kemahiran pengarang menjalin konflik, menjawab konflik dengan surprise, dan memberikan kebaruan dalam jawaban itu (Waluyo 2003:7-8).

Naskah drama adalah karya sastra yang sejajar dengan puisi dan prosa. Ketiga jenis karya sastra tersebut memiliki teknik penulisan yang berbeda. Teknik penulisan naskah drama memiliki kekhususan jika dibandingkan dengan teknik penulisan puisi atau prosa. Karena memiliki kemungkinan untuk dipentaskan, naskah drama memiliki teks samping (nebentext) dan teks utama (hauptext). Teks samping berguna untuk menyatakan latar, laku tokoh, suasana berlangsungnya kisah, dan petunjuk teknis. Sutradara-sutradara drama biasanya mengacu pada teks samping (nebentext) untuk mendekorasi pentas drama (Nurhadi, 2009:3).

       Dalam hal ini penulis fokus menerangkan mengenai mengenai tokoh dan penokohan dalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov. Menurut Luxemburg, Bal, dan Weststeijn (1984:171), istilah tokoh dipergunakan apabila membahas mengenai sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sedangkan istilah pelaku bila kita membahas instasi atau peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa. Luxemburg membagi pelukisan watak menjadi dua, yaitu pelukisan watak secara eksplisit dan pelukisan watak secara implisit. Pelukisan watak secara eksplisit, watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentator seorang pelaku lain. Seorang tokoh juga dapat melukiskan wataknya sendiri. Di sini seluruh tokoh itu merupakan dasar apakah dia pantas dipercaya atau tidak. Pelukisan watak secara implisit, pelukisan ini terjadi lewat perbuatan dan ucapan, dan sebetulnya lebih penting daripada pelukisan eksplisit.

1.2  Rumusan Masalah

a.       Bagaimana tokoh atau penokohan dalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov.

 

1.3  Tujuan

a.       Untuk mengetahui tokoh dan penokohan dalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov.

 

 

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1  Hakikat Drama Sebagai Karya Sastra

Drama adalah genre (jenis) sastra yang menggambarkan gerak kehidupan manusia. Istilah untuk drama di masa penjajahan Belanda di Indonesia disebut tonil itu. Tonil kemudian diganti dengan istilah-play yang dikembangkan oleh PKG Mangku VII. Drama berasal dari kode dalam bahasa Jawa dan wara. Sandi berarti rahasia, sementara wara (warah) berarti mengajar. Maka istilah menyiratkan ajaran teater yang dilakukan oleh simbol. Berbagai macam pakar atau ahli juga telah banyak mengemukakan mengenai definisi drama. Menurut Budianta, dkk (2002), drama merupakan genre sastra dimana penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya percakapan atau dialog diantara para tokoh yang ada. Sedangkan Balthazar Vallhagen mengemukakan bahwa drama merupakan sebuah kesenian yang melukiskan sifat dan watak manusia dengan gerakan.

Drama sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu “draomai” yang berarti berbuat, bertindak, dan sebagainya. Kata drama dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau tindakan. Secara umum, pengertian drama merupakan suatu karya sastra yang ditulis dalam bentuk dialog dan dengan maksud dipertunjukkan oleh aktor. Pementasan naskah drama dapat dikenal dengan istilah teater. Drama juga dapat dikatakan sebagai cerita yang diperagakan di panggung dan berdasarkan sebuah naskah.

Pada umumnya, drama memiliki 2 arti, yaitu drama dalam arti luas serta drama dalam arti sempit. Pengertian drama dalam arti luas adalah semua bentuk tontonan atau pertunjukkan yang mengandung cerita yang ditontonkan atau dipertunjukkan di depan khalayak umum. Sedangkan pengertian drama dalam arti sempit ialah sebuah kisah hidup manusia dalam masyarakat yang diproyeksikan di atas panggung.

Berdasarkan bentuk sastra cakapannya, drama dibedakan menjadi dua, yaitu; 1).Drama puisi, yaitu drama yang sebagian besar cakapannya disusun dalam bentuk puisi atau menggunakan unsur-unsur puisi; 2). Drama prosa, yaitu drama yang cakapannya disusun dalam bentuk prosa. Berdasarkan sajian isinya drama dibedakan menjadi tiga, yaitu; 1). Tragedi (drama duka), yaitu drama yang menampilkan tokoh yang sedih atau muram, yang terlibat dalam situasi gawat karena sesuatu yang tidak menguntungkan. Keadaan tersebut mengantarkan tokoh pada keputusasaan dan kehancuran. Dapat juga berarti drama serius yang melukiskan tikaian di antara tokoh utama dan kekuatan yang luar biasa, yang berakhir dengan malapetaka atau kesedihan; 2). Komedi (drama ria), yaitu drama ringan yang bersifat menghibur, walaupun selorohan di dalamnya dapat bersifat menyindir, dan yang berakhir dengan bahagia; 3). Tragikomedi (drama dukaria), yaitu drama yang sebenarnya menggunakan alur dukacita tetapi berakhir dengan kebahagiaan. Berdasarkan kuantitas cakapannya drama dibedakan menjadi tiga, yaitu; 1). Pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata; 2). Minikata, yaitu drama yang menggunakan sedikit sekali kata-kata; 3). Doalogmonolog, yaitu drama yang menggunakan banyak kata-kata. Berdasarkan besarnya pengaruh unsur seni lainnya drama dibedakan menjadi tiga, yaitu; 1). Opera/operet, yaitu drama yang menonjolkan seni suara atau musik; 2). Sendratari, yaitu drama yang menonjolkan seni eksposisi; 3). Tablo, yaitu drama yang menonjolkan seni eksposisi.

2.2  Kajian Struktural

Secara etimologis, kata struktur beasal dari bahasa latin structura, yang berarti bentuk atau bangunan. Secara definiktif, strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur itu sendiri, dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antar hubungan unsur yang satu dengan usnr lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur (unsur) dengan totalitasnya. Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan (Ratna, 2004: 91).

Dalam kajian struktural, karya sastra harus dipandang sebagai suatu struktur yang berfungsi. Struktur tidak hanya hadir dalam kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-unsur pembentuknya seperti tema, plot, setting, dan sudut pandang (Fananie, 1996: 114). Oleh karena itu, untuk mengetahui keseluruhan makna dalam sebuah karya sastra, maka unsur-unsur tersebut harus dihubungkan satu sama lain. Apakah struktur tersebut merupakan suatu kesatuan yang saling mengikat dan menopang sehingga memberikan nilai pada sebuah karya sastra.(Prawesti et al., 2013)

Nurgiyantoro (2000: 37) menyatakan bahwa pada dasarnya analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural harus menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur intrinsik dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai dalam sebuah karya sastra. Sejalan dengan hal tersebut, Ratna (2004: 90) menyatakan bahwa tugas analisis struktur adalah membongkar unsur-unsur yang tersembunyi yang berada dibaliknya.

Pendekatan struktural secara langsung ataupun tidak langsung sebenarnya banyak dipengaruhi oleh konsep struktur linguistik yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure yang intinya berkaitan dengan konsep sign dan meaning. Dari unsur itulah akan dapat dinyatakan sesuatu yang membentuk realitas. Karena itu, untuk memberi makna atau memahami makna yang tertuang dalam karya sastra, penelaah harus mencarinya berdasarkan telaah struktur yang dalam hal ini terefleksi melalui unsur bahasa (Fananie, 1996: 115).

Zulfahnur (1996: 148) memaparkan bahwa struktural mempunyai kriteria dan konsep sebagai berikut. 1). Memberi penilaian terhadap keharmonisan semua komponen yang membentuk keseluruhan struktur dengan menjalin hubungan antarkomponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang bermakna dan bernilai estetik. 2). Memberikan penilaian terhadap hubungan harmonis antara isi dan bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang sama penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra. Yang dimaksudkan dengan isi dalam kajian struktural adalah persoalan, pemikiran, falsafah, cerita, pusat, tema, sedangkan yang dimaksud dengan bentuk adalah alur, bahasa, sistem penulisan, dan perwajahan sebagi karya tulis.

Jean Piaget (via Hawkes dalam Teeuw, 1984: 141) menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam pengertian struktur terkandung tiga gagasan pokok yaitu, the idea of wholeness (gagasan keseluruhan), the idea of transformation (gagasan transformasi), dan the idea of self-regulation (gagasan regulasi diri). Gagasan keseluruhan berarti bagian-bagiannya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhan struktur maupun bagian- bagiannya. Di dalam gagasan transformasi, struktur itu memenyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Di dalam gagasan regulasi diri, struktur tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan proses transformasinya, tetapi otonom terhadap unsur- unsur lain.

Pendekatan struktural suatu karya sastra dilakukan untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik karya sastra. Lebih lanjut, dapat dikatakan dalam penelitian struktural ini peneliti melakukan analisis struktur karya sastra yang bertujuan membongkar secermat, seteliti, semendetail, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir-anasir karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).

Dari berbagai uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa struktur dalam suatu karya sastra adalah suatu kesatuan unsur-unsur yang yang terkait satu sama lain dan membentuk keseluruhan isi cerita. Oleh sebab itu, dibutuhkan analisis struktural untuk merombak setiap unsur yang terdapat didalamnya, yang mana analisis ini pada dasarnya dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik, sehingga didapat pemahaman yang menyeluruh dari sebuah karya sastra.

2.3  Tokoh

Tokoh adalah orang atau karakter dalam suatu cerita atau karya sastra, sementara penokohan adalah watak atau karakter atau sifat dari tokoh tersebut dalam suatu cerita. Menurut Dewojati (2010:169), unsur karakter yang dalam drama biasa disebut tokoh adalah bahan yang paling aktif untuk menggerakkan alur. Lewat penokohan ini, pengarang dapat mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokoh. Perwatakan atau penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita (Hayati, 1990:119). Menurut Santosa, dkk (2008:90) penokohan merupakan usaha untuk membedakan peran satu dengan peran yang lain. Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan akan diidentifikasi oleh penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil, maka perasaan penonton akan merasa terwakili oleh perasaan peran yang diidentifikasi tersebut. Penokohan atau perwatakan dalam sebuah lakon memegang peranan yang sangat penting. Egri dalam Santosa, dkk (2008:90), berpendapat bahwa berperwatakanlah yang paling utama dalam lakon. Tanpa perwatakan tidak akan ada cerita, tanpa perwatakan tidak bakal ada alur. Padahal ketidaksamaan watak akan melahirkan pergeseran, tabrakan kepentingan, konflik yang akhirnya melahirkan cerita Hamzah (1985 dalam Santosa, dkk, 2008:90). Menurut Luxemburg, Bal, dan Weststeijn (1984:171), istilah tokoh dipergunakan apabila membahas mengenai sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sedangkan istilah pelaku bila kita membahas instasi atau peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa. Luxemburg membagi pelukisan watak menjadi dua, yaitu pelukisan watak secara eksplisit dan pelukisan watak secara implisit. Pelukisan watak secara eksplisit, watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentator seorang pelaku lain. Seorang tokoh juga dapat melukiskan wataknya sendiri. Di sini seluruh tokoh itu merupakan dasar apakah dia pantas dipercaya atau tidak. Pelukisan watak secara implisit, pelukisan ini terjadi lewat perbuatan dan ucapan, dan sebetulnya lebih penting daripada pelukisan eksplisit.

Hudson (1958 dalam Budianta, 2002:106) menyatakan bahwa alur lebih penting daripada tokoh karena tokoh hanya untuk mengisi dan menyelesaikan alur itu, dan tokoh lebih penting daripada alur karena alur hanya dipergunakan untuk mengembangkan tokoh. Hudson cenderung mengatakan bahwa pementingan terhadap tokoh lebih utama dibandingakan dengan pementingan terhadap alur, hal ini disebabkan sesuatu cerita akan meninggalkan kesan yang dalam dan bahkan mungkin abadi lantaran penokohan di dalam cerita itu begitu kuat dan meyakinkan dalam membangun alur cerita.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah unsur yang paling penting dalam  sebuah pementasan drama, karena tanpa adanya tokoh pasti tidak akan ada pementasan drama. Penokohan juga dapat digunakan untuk membedakan peran yang satu dengan peran yang lain, karena antara tokoh yang satu dengan yang lain akan mempunyai karakter yang berbeda-beda.

2.4  Peran dan Teknik Penggambaran Tokoh

Wahyuningtyas dan Santosa (2011:3) membagi tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya dibedakan menjadi tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama. Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2006:50).

Menurut Santosa, dkk (2008:90), peran merupakan sarana utama dalam sebuah lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik. Konflik dapat  dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah laku peran. Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Peran-peran tersebut adalah sebagai berikut.

a.       Protagonis

Protagonis adalah peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita. Keberadaan peran adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul ketika mencapai suatu cita-cita. Persoalan ini bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan dirinya sendiri. Peran ini juga menentukan jalannya cerita.

b.      Antagonis

Antagonis adalah peran lawan, karena dia seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi. Tokoh protagonis dan antagonis harus memungkinkan menjalin pertikaian, dan pertikaian itu harus berkembang mencapai klimaks. Tokoh antagonis harus memiliki watak yang kuat dan kontradiktif terhadap tokoh protagonis.

c.       Deutragonis

Deutragonis adalah tokoh lain yang berada di pihak tokoh protagonis. Peran ini ikut mendukung menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh tokoh protaganis.

d.      Tritagonis

Tritagonis adalah peran penengah yang bertugas menjadi pendamai atau pengantara protagonis dan antagonis.

e.       Foil

Foil adalah peran yang tidak secara langsung terlibat dalam konflik yang terjadi tetapi ia diperlukan guna menyelesaikan cerita. Biasanya dia berpihak pada tokoh antagonis.

f.        Utility

Utility adalah peran pembantu atau sebagai tokoh pelengkap untuk mendukung rangkaian cerita dan kesinambungan dramatik. Biasanya tokoh ini mewakili jiwa penulis.

Adapun teknik penggambaran tokoh dalam menentukan suatu tokoh dalam sebuah drama. Teknik penggambaran tokoh menurut Altenbernd dan Lewis (1966 dalam Wahyuningtyas dan Santosa, 2011:4) sebagai berikut.

a.       Secara analitik, yaitu pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan secara langsung.

b.      Secara dramatik, yaitu pengarang tidak langsung mendeskripsikan sikap, sifat, dan tingkah laku tokoh, tetapi melalui beberapa teknik lain, yaitu teknik cakapan (percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan), teknik tingkah laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik (teknik melukiskan keadaan fisik tokoh).

 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1  Tokoh dan Penokohan Pada Naskah Drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov

Tokoh dapat diartikan sebagai pemegang peran (peran utama) dalam roman atau drama. Menurut Nurgiyantoro (2000), pengertian tokoh dapat dimaknai sebagai seseorang atau sekelompok orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif dimana para pembaca dapat melihat sebuah kecenderungan yang diekspresikan baik melalui ucapan maupun tindakan. Nurgiyantoro (2000) juga menambahkan bahwa berdasarkan tingkat perannya, tokoh dapat dibagi menjadi dua: tokoh tambahan dan tokoh utama. Tokoh utama adalah tokoh yang paling diprioritaskan dalam sebuah cerita, seperti pada novel atau karya lainnya. Sedangkan tokoh tambahan bisa disebut sebagai tokoh pembantu yang bertugas untuk membantu peran tokoh utama. Selain itu, tokoh tambahan hanya muncul pada suatu kejadian yang berkaitan dengan peran yang dilakukan oleh tokoh utama.

Wahyuningtyas dan Santosa (2011:3) membagi tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya dibedakan menjadi tokoh utama, tokoh tambahan, tokoh protagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.

Selanjutnya dijelaskan pula mengenai peran serta watak tokoh dalam sebuah cerita. Tokoh dalam drama mengacu pada watak (sifat-sifat pribadi seorang pelaku, sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2006:50).

Menurut Santosa, dkk (2008:90), peran merupakan sarana utama dalam sebuah lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik. Konflik dapat  dikembangkan oleh penulis lakon melalui ucapan dan tingkah laku peran. Dalam teater, peran dapat dibagi-bagi sesuai dengan motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon. Motivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran. Berikut adalah peran-peran para tokoh dalam naskah drama “Orang Kasar”.

1.      Tokoh utama

Didalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov terdapat dua tokoh yang memegang peran sebagai tokoh utama, yaitu Nyonya Martopo dan Baitul Bilal. Kedua tokoh kerap disajikan pada setiap permasalahan yang muncul dalam naskah drama “Orang Kasar” ini. Dapat dilihat dalam naskah tersebut bahwa kedua tokoh ini menjadi peran utama yang dijadikan tempat pengaduan tokoh lain.

a.      Nyonya Martopo

Tokoh Nyonya Martopo dalam naskah drama “Orang Keras” ini kerap dihadirkan dalam setiap adegan cerita atau dapat dikatakan tokoh ini memiliki peran protagonis pada naskah drama “Orang Kasar”. Tokoh Nyonya Martopo memiliki peran utama yang merupakan pusat atau sentral dari cerita. Keberadaan peran ini adalah untuk mengatasi persoalan-persoalan yang muncul ketika mencapai suatu cita-cita. Persoalan ini bisa dari tokoh lain, bisa dari alam, bisa juga karena kekurangan dirinya sendiri.

Berikut ini disajikan pula beberapa perwatakan yang diperoleh oleh tokoh Nyonya Martopo pada penggalan-penggalan naskah drama “Orang Kasar”, yaitu sebagai berikut.

1)      Setia

Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak setia, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

“........Saya tahu, ini bukan rahasia pula bagimu, suamiku sering tidak adil terhadap saya, kejam, dan ia tidak setia, tetapi saya akan setia, kepada bangkainya dan membuktikan kepadanya betapa saya bisa mencinta. Di sana, di akhirat ia akan menyaksikan bahwa saya masih tetap sebagai dulu.”

2)      Tegas

Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak tegas, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

“Saya minta, jangan bicara seperti itu lagi. Pak Darmo telah tahu, bahwa sejak kematian mas Martopo, hidup ini tak ada harganya lagi bagi saya. Bapak kira aku ini hidup? Itu hanya nampaknya saja, mengertikah Pak Darmo? Oh, saya harap arwahnya yang telah pergi itu melihatbagaimana aku mencintainya......”

3)      Pemalu

Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak pemalu, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

BEL DIBUNYIKAN ORANG DENGAN KERAS

NYONYA (gugup)

“Siapa itu? Saya tak mau terima tamu!”

DARMO

“Ya, nyonya. (pergi keluar, ke pintu tengah)”

4)      Pemarah

Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak pemarah, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

DARMO

”Saya sudah berkata begitu, tetapi ia orang yang ganas, ia mencaci maki dan nekad saja masuk ke dalam kamar, ia sekarang sudah menerobos ke kamar makan.”

NYONYA (marah sekali)

“Baiklah! Bawa dia kemari! Orang tak tahu adat!”

5)      Lemah

Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak lemah, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

NYONYA MARTOPO MASUK DENGAN MATA MEREDUP KE BAWAH

NYONYA

“Tuan, selama hidup saya sepi ini saya tak bisa mendengar suara manusia dan saya tak bisa tahan mendengar bicara orang keras-keras. Saya minta kepada tuan, sukalah hendaknya supaya tidak menggangu kedamaian saya.”

6)      Pemberani

Untuk tokoh Nyonya Martopo yang memiliki watak pemberani, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

NYONYA

“Tuan Baitul Bilal! Pergilah… Oh, pergi! Keluar!”

BILAL

“Dengan hormat, agak sopankah sedikit!”

NYONYA (Meninju udara menghentakkan kaki)

“Engkau kasar! Engkau biadab! Engkau monyet!”

BILAL

“Apa katamu?”

NYONYA

“Engkau biadab, engkau monyet!”

BILAL (Cepat menghampirinya)

“Ijinkanlah saya bertanya, atas hak apa nyonya menghina saya?”

NYONYA

“Habis, mau apa lagi? Tuan kira saya takut pada tuan?”

b.      Baitul Bilal

Tokoh Baitul Bilal juga termasuk salah satu tokoh utama dalam naskh drama “Orang Kasar” ini. Dimana juga terdapat beberapa penggalan teks naskah drama yang kerap bersitegang atau menjalin konflik berasama dengan tokoh ini. Tokoh ini memiliki peran sebagai tokoh antagonis atau peran lawan dari tokoh-tokoh lainnya dalam naskah drama “Orang Kasar”. Tokoh ini seringkali menjadi musuh yang menyebabkan konflik itu terjadi, serta menjalin unsur kontra dengan tokoh lain.

Berikut ini disajikan pula beberapa perwatakan yang diperoleh oleh tokoh Baitul Bilal pada penggalan-penggalan naskah drama “Orang Kasar”, yaitu sebagai berikut.

1)      Keras kepala

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak keras kepala, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

NYONYA

“Sudah bapak katakana tak menerima tamu!?”

DARMO

“Saya sudah berkata begitu, tetapi ia orang yang ganas, ia mencaci maki dan nekad saja masuk ke dalam kamar, ia sekarang sudah menerobos ke kamar makan.”

2)      Kasar

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak kasar, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

BILAL MASUK DIIRINGI DARMO

BILAL (Kepada Darmo)

“Orang goblog! Engkau terlalu banyak omong! Engkau keledai! (melihat nyonya martopo, sopan)......”

3)      Pemaksa

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak pemaksa, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

BILAL     

“Dan saya sangat bernafsu untuk bunuh diri bila saya tak bisa membayar bunga hutang saya besok pagi. Mereka akan menyita perkebunan saya.”

NYONYA

“Besok lusa tuan akan menerima uang itu.”

BILAL

“saya tak membutuhkannya besok lusa, tapi hari ini.”

NYONYA

“Saya menyesal, tapi hari ini saya tak bisa membayar.”

BILAL

“Dan saya tak bisa menunggu sampai besok lusa.”

4)      Pemarah

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak pemarah, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

BILAL

“Saya datang tidak untuk bertemu  dengan bendahara nyonya, saya datang untuk bertemu dengan nyonya. Saya tak peduli pada bendahara itu! Demi syetan tidak peduli! – Maafkan bahasa saya ini!”

NYONYA

“Sesungguhnyalah tuan, saya tak biasa dengan bahasa seperti itu, ataupun tingkah laku seperti itu, saya tidak bernafsu untuk berbicara lebih lanjut.”

NYONYA MARTOPO PERGI KE KIRI

BILAL

“Apa bisa kukatakan sekarang? Tidak bernafsu. Tepat tujuh bulan setelah suaminya mati! Saya harus membayar bunga bukan? Suaminya mati begitu saja, bendaharanya pergi entak kemana – semoga ditelan syetan dia! Sekarang, terangkanlah, apa yang harus saya lakukan? Apakah saya harus lari dari penagih dari Bank itu dengan helicopter. Ataukah saya harus membenturkan kepala saya ke tembok batu?”

“Ketika saya datang ke Sudargo itu untuk menagih hutangnya, ia pakai taktik “tak ada di rumah” dan Irwan itu terang-terangan saja lari sembunyi, saya telah pula bertengkar dengan si KArto dan hampir-hampir saya lempar ia keluar jendela, Marno pura-pura sakit, dan wanita ini, “tak bernafsu” katanya! Tak seorangpun diantara mereka mau membayar hutang mereka! Dan semuanya ini sebab saya terlalu memanjakan mereka, saya terlalu ramah dan terlalu sopan santun. Saya terlalu lembut hati terhadap mereka! Tapi tunggulah! Saya tak akan membiarkan seseorangpun memperdayakan saya, syetan akan menghajar mereka! Saya akan tinggal di sini dan tak akan beranjak sebelum ia membayar utangnya!”

“Brrr! Betapa marah saya! Betapa heibat marah saya! Segenap urat saya gemetar, karena marah dan saya hampir-hampir tak bisa bernafas! Oh, sampai-sampai saya hampir sakit. Syeitan! (Memanggil) Mandor! Pak Mandor!......”

5)      Gigih

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak gigih, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

DARMO MASUK

DARMO (memberikan segelas air kwas)

“Nyonya Martopo sakit dan tidak mau bicara dengan tamu.”

BILAL 

“Minggat!! (Darmo pergi)”

“Sakit dan tak mau bicara dengan tamu! Baiklah, boleh saja. Sayapun juga tak mau bicara! Saya akan duduk di sini dan tinggal di sini sampai kau bayar hutang saya. Kalau kau sakit seminggu, saya akan duduk di sini seminggu. Kalau kau sakit setahun, saya akan duduk di sini setahun. Seluruh isi sorga menjadi saksinya, saya harus mendapatkan kembali uang saya! Kau tidak akan mengguncangkan saya dengan duka citamu itu—dan juga tidak dengan alis matamu yang bagus itu! Bah! Aku tak lagi heran melihat alis matamu itu!......”

6)      Sembrono

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak sembrono, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

DARMO MASUK

DARMO

“Ada apa?”

BILAL

“Saya minta minum! (Darmo keluar. bilal duduk lagi dan melihat pada pakaiannya) Ugh, gagalnya sudah nyata. Tak bisa dibantah lagi. Debu, sepatu kotor, belum mandi, belum bersisir, jerami mengotori pakaian – nyonya itu barangkali mengira saya ini seorang garong. (Ia menguap)”

“Memang agak kurang sopan masuk ke ruang tamu seperti pakaian seperti ini. Nah, ya, ya tak ada salahnya sampai sekarang. Saya datang kemari tidak sebagai tamu. Saya penagih hutang, dan taka pa pakaian yang khusus bagi penagih hutang !”

DARMO (Masuk dengan segelas kwas)

“Wah, tuan tampak bebas betul di sini.”

BILAL (Marah)

“Apa? Kepada siapa kau tujukan ucapanmu itu? Diam! Tak usah ngomong!”

DARMO (Marah)

“Kacau! Kacau! Orang ini tak mau pergi! (Keluar)”

BILAL

“Ya, syeitan, betapa marahnya saya! Cukup marah untuk melempari seluruh dunia ini dengan Lumpur! Sampai saya merasa sakit! – Mandor!”

7)      Sombong

Untuk tokoh Baitul Bilal yang memiliki watak sombong, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

NYONYA

“Tidak! Tuan tidak tahu! Tuan ini orang kampung, orang tak tahu adat! Seorang tuan yang terhormat tak akan bicara seperti itu di depan seorang wanita!”

BILAL

“Wah, hebat betul! Nyonya tau, bagaimana seharusnya orang bicara kepada nyonya dalam bahasa Inggeris, barangkali? Dear lady, would yau like to lend me your beautiful eyes? Pardon me for having disturb you! What a beautiful wheather We are having today! Shell we meet again tomorrow?(Membungkuk memberi hormat dengan cara mengejek)”

2.      Tokoh tambahan

Tokoh tambahan bisa disebut sebagai tokoh pembantu yang bertugas untuk membantu peran tokoh utama. Selain itu, tokoh tambahan hanya muncul pada suatu kejadian yang berkaitan dengan peran yang dilakukan oleh tokoh utama. Pada naskah drama “Orang Kasar’ Karya Anton Chekov tokoh yang memiliki tempat sebagai tokoh tambahan yaitu Mandor Darmo. Dimana tokoh tambahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung tokoh utama.

Berikut ini disajikan pula beberapa perwatakan yang diperoleh oleh tokoh Mandor Darmo pada penggalan-penggalan naskah drama “Orang Kasar”, yaitu sebagai berikut.

a.      Perhatian

Untuk tokoh Mandor Darmo yang memiliki watak perhatian, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

“Lagi-lagi saya jumpai nyonya dalam keadaan seperti ini. Hal ini tidak bisa dibenarkan, nyonya Martopo. Nyonya menyiksa diri! Koki dan babu bergurau di kebun sambil memetik tomat, semua yang bernafas sedang menikmati hidup ini, bahkan kucing kitapun tahu bagaimana berjenakanya dan berbahagia, berlari-lari kian kemari di halaman, berguling-guling di rerumputan dan menangkapi kupu-kupu, tetapi nyonya memenjarakan diri nyonya sendiri di dalam rumah seakan-akan seorang suster di biara.”

“Ya, sebenarnyalah bila dihitung secara tepat, nyonya tak pernah meninggalkan rumah ini selama tidak kurang dari satu tahun.”

b.      Bijaksana

Untuk tokoh Mandor Darmo yang memiliki watak bijaksana, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

”Ini lagi ! Ini lagi ! Ngeri saya mendengarkannya, sungguh! Tuan Martopo telah mati, itu kehendak Allah, dan Allah telah memberikannya kedamaian yang abadi. Itulah yang nyonya ratapi dan sudah sepantasnya nyonya menyudahinya. Sekarang inilah waktunya untuk berhenti dari semua itu. Orang toh tak bisa terus menerus melelehkan air mata dan memakai baju hitam yang muram itu! Istri sayapun telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Saya berduka cita untuknya, sebulan penuh saya melelehkan air mata, sudah itu selesai sudah.”

“Haruskah orang berkabung selama-lamanya? Itu sudah lebih dari yang sepantasnya untuk suami nyonya!......”

c.       Penurut

Untuk tokoh Mandor Darmo yang memiliki watak penurut, dapat dilihat melalui penggalan dialog pada teks naskah berikut ini.

DARMO MASUK DENGAN GUGUP

DARMO

“Oh, nyonya, ada orang ingin bertemu dengan nyonya, mendesak untuk bertemu dengan nyonya…”

NYONYA

“Sudah bapak katakan bahwa sejak kematian suami saya, saya tak mau menerima seorang tamupun?”

DARMO

“Sudah, tetapi ia tidak mau mendengarkannya, katanya urusannya sangat penting.”

NYONYA

“Sudah bapak katakana tak menerima tamu!?”

DARMO

“Saya sudah berkata begitu, tetapi ia orang yang ganas, ia mencaci maki dan nekad saja masuk ke dalam kamar, ia sekarang sudah menerobos ke kamar makan.”

 

BAB IV

PENUTUP

4.1   Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh dan penokohan merupakan unsur penting dalam sebuah pementasan drama. Dengan adanya penokohan ini penonton bisa membedakan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya karena setiap tokoh mempunyai peran dan karakter yang berbeda-beda yaitu protagonis, antagonis, deutragonis, tritagonis, foil, utility atau flat characterround character, teatrikal, dan karikatural.

Naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov merupakan saduran dari WS Rendra. Didalam naskah drama ini, kita menjupai dua tokoh utama, yaitu Nyonya Martopo dan Baitul Bila, serta satu tokoh tambahan yaitu Mandor Darmo. Diantara tokoh Nyonya Martopo dan Baitul Bilal keduanya memiliki peran masing-masing, dimana tokoh Nyonya Martopo memperoleh peran protagonis dan tokoh Baitul Bilal memperoleh peran antagonis, hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa penggalan teks didalam naskah drama “Orang Kasar” Karya Anton Chekov saduran WS Rendra.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Prawesti, A., Pendidikan, J., Jerman, B., Bahasa, F., Seni, D. A. N., & Yogyakarta, U. N. (2013). Naskah Drama Emilia Galotti. 211.

http://scholar.unand.ac.id/21764/2/bab%201.pdf

http://artikel-pendidikan-sosial-ilmiah.blogspot.com/2017/07/pengertian-penokohan-dan-tokoh.html

http://digilib.unila.ac.id/4949/15/BAB%20II.pdf

https://tekooneko.com/pengertian-tokoh/

https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-drama/

http://eprints.uny.ac.id/9929/3/BAB%202%20-%2007203241040.pdf

https://www.seputarpengetahuan.co.id/2015/03/pengertian-drama-menurut-para-ahli-dan-unsur-unsurnya.html

MAKALAH SENSUS PENDUDUK

Makalah MATA KULIAH : TEKNOLOGI INFORMATIKA SENSUS PENDUDUK                                                                           Disusu...