Jumat, 01 Mei 2020

IDENTIFIKASI KEPRIBADIAN TOKOH DALAM NOVEL "KUTUKAN TANAH BUTON" KARYA SAFARUDIN : ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA

IDENTIFIKASI KEPRIBADIAN TOKOH DALAM NOVEL KUTUKAN TANAH BUTON KARYA SAFARUDIN : ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
Muh. Ronaldhin Dona, A1M118109, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo.


ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh keinginan untuk mengidentifikasi serta menemukan keprobadian tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin. Penelitian ini bertujuan pula untuk memperoleh data tentang kepribadian dan teknik pelukisan tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan melalui pendekatan psikologi sastra. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pustaka, yaitu dengan beberapa referensi-refernsi yang terdapat pada laman web dan juga buku novel Kutukan Tanah Buton. Beberapa metode analisis saya gunakan dalam proses penelitian ini diantaranya yaitu metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif, juga dengan bentuk pendekatan psikologi sastra, yang dimana pada penelitian ini fokus pada analisis kepribadian tokoh pada novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin. Beberapa pelukisan kepribadian tokoh dituangka pada sejumlah materi yang diproleh penulis dari beberapa sumber referensi dan juga jurnal-jurnal ilmiah yang mambantu proses penelitian ini.
Kata kunci : Kepribadian tokoh, teknik pelukisan, novel

Novel Kutukan Tanah Buton merupakan sebuah novel yang tidak hanya menceritrakan kisah percintaan didalamnya, akan tetapi juga terkandung makna-makna kehidupan yang dapat menjadi pelajaran bagi seluruh kaum masyarakat. Pesan-pesan moril tergambar pula pada perilaku setiap tokoh dalam bertindak, yang dimana dalam kisah novel Kutukan Tanah Buton ini bersinergi dengan kisah percintaan seorang pemuda yang ada di tanah Buton, pembuktian itu dinyatakan dengan beberapa kejadian-kejadian yang dilatari oleh beberapa tempat seperti Keraton Buton, Desa Mataoe, Desa Matareau, dan beberapa tempat lainnya yang tersaji didalam novel ini. Alur cerita ini pun berupa alur maju yang dimana penggambaran kisahnya berawal dari satu tokoh yang merupakan sumber dari beberapa pengembangan-pengembangan konflik yang ada pada cerita tersebut. Tema yang ditonjokan dalam cerita ini adalah kisah percintaan dan mimpi (cita-cita) oleh dua tokoh dalam cerita tersebut yaitu Lakalila dan La An. Lakalila yang terkesan lebih optimis dalam melancarkan setiap rencananya terkadang memberi suatu pandangan bahwa seharusnya hidup ini adalah ladang pelajaran dalam memetik pesan-pesan kehidupan yang menjadi pelajarannya dimasa yang akan datang. Sedangkan La An seorang pemuda yang tampan, memiliki kecerdasa intelek, serta mampu untuk selalu bertutur sopan dan berprilaku santun dengan orang-orang disekitarnya, akan tetapi ada saatnya dimana harapan yang juga menjadi impiannya harus sirna.
Alasan peneliti memilih novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin yaitu karena novel ini memiliki suatu alternatif yang sangat mendukung untuk membangun argumen penulis dalam melukiskan kepribadian dari tokoh yang ada pada alur cerita tersebut. Selain itu, kepribadian tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton ini mempunyai peran penting dalam sebuah karya sastra, karena tanpa adanya kepribadian tokoh yang tergambar melalui konflik-konflik antar tokoh dalam sebuah novel, maka karya sastra tersebut tidak akan terasa hidup dalam daya imajinasi setiap pembacanya.

A.    Pengertian Novel

Novel merupakan suatu bentu karya sastra yang berbentuk prosa yang memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kata novel berasa dari bahasa Italia yaitu “novella” yang berarti sebuah kisah atau cerita.
Sebuah novel biasanya menceritakan atau menggambarkan tentang kehidupan manusia yang berinteraksi dengan lingkungan dan juga sesamanya.
Di dalam sebuah novel, biasanya pengarang berusaha semaksimal munngkin untuk memberikan arahan kepada pembaca untuk mengetahui pesan tersembunyi seperti gambaran realita kehidupan melalui sebuah cerita yang terkandung di dalam novel tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (2010: 4) mengemukakan bahwa novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun melalui berbagai unsur instrisiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, dan sudut pandang yang kesemuanya bersifat imajinatif, walaupun semua yang direalisasikan pengarang sengaja dianalogikan dengan dunia nyata tampak seperti sungguh ada dan benar terjadi, hal ini terlihat sistem koheresinya sendiri.(Yanti, 2015)


B.     Pengertian Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita, atau tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tanpa tokoh alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita. Sedangkan Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan atau melukiskan tokoh dalam cerita yang ditulisnya.
Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi (prosa) sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita yang utuh. Selanjutnya Aminudin mengatakan bahwa tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra biasanya merupakan rekaan, tetapi tokoh-tokoh tersebut adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Peran pentingnya terdapat pada fungsi tokoh yang memainkan suatu peran tersebut dapat dipahami oleh pembaca.(Ratmana & Milawasri, 2017)
Penokohan & perwatakan merupakan salah satu pelukisan yang berkaitan dengan tokoh cerita, baik itu dari keadaan lahir ataupun batin yang bisa berubah sikap, pandangan hidup, adat istiadat, keyakinan, dan lain-lain. Jones mengatakan (melalui Nurgiyantoro, 2010: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.(Rifqiya et al., 2013)

C.    Pembedaan Tokoh

Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita, atau tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tanpa tokoh alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita. Sedangkan Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan atau melukiskan tokoh dalam cerita yang ditulisnya.
Tokoh dalam cerita fiksi juga dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh tambahan atau pembantu, yaitu:
1.      Tokoh utama, adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun dikenai kejadian, dengan indikasi/ciri:
·         Tokoh tersebut sering muncul;
·         Tokoh yang sering diberi komentar.
2.      Tokoh tambahan/pembantu, adalah tokoh yang hanya muncul sedikit dalam cerita atau tidak dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung dan hanya tampil menjadi latar belakang cerita, dengan indikasi/ciri:
·         Tokoh yang mendukung tokoh utama;
·         Tokoh yang hanya diberi komentar alakadarnya.

Ada tiga jenis tokoh bila dilihat dari sisi keterlibatannya dalam menggerakan alur, yaitu:
1.      Tokoh sentral merupakan tokoh yang amat potensial menggerakan alur. Potensial → mempunyai potensi, dimana arti potensi adalah sesuatu yang dipandang dapat menghasilkan/ menguntungkan. Tokoh sentral merupakan pusat cerita, penyebab munculnya konflik.
2.      Tokoh bawahan merupakan tokoh yang tidak begitu besar pengaruhnya terhadap prkembangan alur, walaupun ia terlibat juga dalam pengembangan alur itu.
3.      Tokoh latar merupakan tokoh yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap pengembangan alur. Kehadirannya hanyalah sebagai pelengkap latar, berfungsi menghidupkan latar.

Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan menjadi:
1.      Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya disebut hero. Ia merupakan tokoh yang taat norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita (Altenbernd & Lewis dalam Nurgiantoro 2004: 178). Identifikasi tokoh yang demikian merupakan empati dari pembaca.
2.      Tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik atau sering disebut sebagai tokoh jahat. Tokoh ini juga mungkin diberi simpati oleh pembaca jika dipandang dari kaca mata si penjahat itu, sehingga memperoleh banyak kesempatan untuk menyampaikan visinya, walaupun secara vaktual dibenci oleh masyarakat.

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
1.      Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu atau sifat watak yang tertentu saja, bersifat datar dan monoton.
2.      Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi, ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini.

Berdasarkan kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam sebuah novel, tokoh dibedakan menjadi:
1.      Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan    atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi 1994: 188).
2.      Tokoh berkembang adalah tokoh yang cenderung akan menjadi tokoh yang kompleks. Hal itu disebabkan adanya berbagai perubahan dan perkembangan sikap, watak dan tingkah lakunya itu dimungkinkan sekali dapat terungkapkannya berbagi sisi kejiwaannya.

Bedasarkan kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap sekelompok manusia dalam kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
1.      Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih ditonjolkan kualitas kebangsaannya atau pekerjaannya Altenbernd & Lewis (dalam Nurgiantoro 2002: 190) atau sesuatu yang lain yang bersifat mewakili.
2.      Tokoh netral adalah tokoh yang bereksistensi dalam cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.

D.    Teknik Pelukisan Tokoh

Berdasarkan dari pendapat para ahli diatas, dalam hal ini Nurgiyantoro (1995) juga mengatakan ada dua macam dalam penggambaran perwatakan secara prosa fiksi yang diantaranya adalah:

1.      Dengan cara eksplositori
Eksplositori biasa disebut dengan teknik analitis. Teknis analitis itu sendiri merupakan pelukisan atau gambaran suatu tokoh dalam sebuah cerita yang dilakukan dengan cara memberikan uraian, deskripsi, ataupun penjelasan yang dilakukan secara langsung. Semua tokoh yang ada di dalam cerita dihadirkan oleh penulis atau pengarang kepada para pembaca dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan secara langsung dan mengalir begitu saja dengan disertai beberapa deskripsi berupa sikap, tingkah laku, sifat watak, ataupun ciri fisiknya tokoh tersebut.

2.      Dengan cara dramatik
Teknik dramatik ini dilakukan dengan cara tidak langsung. Artinya yaitu si pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan mengenai sifat, tingkah laku, ciri fisik dan sebagainya melainkan menyampaikan secara eksplisit. Dalam hal ini pengarang membuat para tokoh yang ada di cerita tersebut menunjukkan kediriannya mengenai sikap, tingkah laku, sifat watak bahkan ciri fisiknya sendiri melalui beberapa aktivitas atau kegiatan yang tokoh lakukan, baik itu dengan verbal melalui kata-kata ataupun secara nonverbal melalui suatu tingkah laku atau tindakan serta lewat peristiwa yang terjadi dalam cerita.

Dalam menggambarkan teknik dramatik ini bisa dilakukan dengan beberapa sejumlah teknik yang lain diantaranya yaitu:
a.       Teknik cakapan
Dalam sebuah cerita pastinya akan ada beberapa percakapan yang dilakukan para tokoh secara langsung. Hal ini dimaksudkan supaya menggambarkan sifat tokoh yang ada di dalamnya.
b.      Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku ini bersifat nonverbal. Biasanya apapun yang dilakukan oleh tokoh seperti sikap dan tingkah lakunya bisa menunjukkan reaksi sifat, tanggapan, serta sikap lain yang mencerminkan terhadap sifat-sifat kediriannya tokoh tersebut.
c.       Teknik perasaan dan pikiran
Apapun yang dirasakan dan dipikirkan oleh beberapa tokoh ini akan mencerminkan terhadap sifat kediriannya. Karena memang pada hakikatnya perasaan dan pikirianlah yang selanjutnya dijawantahkan menjadi suatu tingkah laku, baik tingkah laku verbal ataupun nonverbal.
d.      Teknik arus kesadaran
Arus kesadaran yaitu suatu teknik narasi yang diciptakan untuk berusaha menangkap suatu pandangan serta aliran suatu proses mental pemeran atau tokoh, dimana dalam hal tersebut tanggapan inderanya bercampur dengan ketidaksadaran maupun kesadaran pikiran, ingatan, perasaan, harapan, serta asosiasi acak.
e.       Teknik reaksi terhadap tokoh lain
Teknik yang satu ini dimaksudkan sebagai suatu reaksi masing-masing tokoh terhadap kejadian, keadaan, masalah, sikap, kata, serta tingkah laku tokoh lain yang dapat berupa berbagai rangsangan yang berasal dari luar diri tokoh tersebut.
f.       Teknik penggambaran latar
Suasana latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang telah diungkapkan dengan berbagi teknik yang lain.
g.      Teknik penggambaran fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaanya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu.

3.      Teknik identifikasi tokoh
Untuk mengenali secara lebih baik tokoh-tokoh cerita, kita perlu mengidentifikasi kedirian tokoh-tokoh secara cermat dengan usaha-usaha melalui prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu ; Prinsip Pengulangan ; Prinsip Pengumpulan ; Prinsip Kemiripan dan Pertentangan.

E.     Teori Psikologi Sastra

Psikologi dan sastra sebenarnya dua ilmu yang berbeda satu sama lainnya. Namun diantara kedua ilmu tersebut nyatanya memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Jika psikologi berarti mempelajari hal-hal mengenai ilmu kejiwaaan, sastra merupakan bidang ilmu yang mempelajari karya seni dalam hal tulis menulis. Jika digabungkan maka psikologi sastra dapat diartikan sebagai ilmu yang mendalami serta mengkaji karya sastra jika dilihat dari sudut kejiwaannya. Nah kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori psikologi sastra serta hal-hal yang terkait di dalamnya.

Menurut Wellek dan Austin (1989), Psikologi sastra memiliki 4 pengertian di dalamnya, antara lain adalah:
a.       Ilmu psikologi pengarang yang dijadikan sebagai pribadi atau tipe.
b.      Studi proses kekreatifan.
c.       Studi tipe serta hukum hukum dalam psikologi yang diterapkan dalam sebuah karya sastra.
d.      Dampak dari sastra kepada para pembaca.
Pendapat dari Wellek dan Austin ini memang memberikan pemahaman yang luas terkait ilmu psikologi sastra. Tak hanya berperan di dalam satu unsur saja, namun juga sudah menjadi satu dengan karya seni.

Menurut Ratna (2004), Psikologi sastra merupakan analisis dari teks yang lebih mempertimbangkan dari relevansi serta peranna studi psikologisnya. Dapat dikatakan bila psikologi memiliki peran yang cukup penting untuk menganalisis karya sastra dari sudut kejiwaannya, entah dari pengarang, pembaca, maupun tokoh.

F.     Konsep Umum Psikoanalisis Sastra

Psikoanalisis adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra (Endarswara, 2008 : 196). Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam setiap penelitian sastra yang mempergunakan pendekatan psikologis. Berdasarkan pernyataan tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa psikoanalisis merupakan tombak dasar penelitian kejiwaan dalam mencapai tahap penelitian yang lebih serius, khususnya karya sastra dalam hal ini. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara psikologis.

G.    Teori Kepribadian

Kepribadian yang merupakan salah satu dari cabang-cabang psikologi adalah tingkah laku, ciri ciri khas yang dimiliki setiap individu. Sedangkan tingkah laku dalam kepribadian memiliki arti yang luas sehingga harus dipahami lebih lanjut mengenai kepribadian tersebut.

Menurut Theodore George Herbert Mead, Kepribadian merupakan macam macam tingkah laku dalam psikologi manusia yang mengalami perkembangan lewat pengembangan diri. Perkembangan kepribadian dalam seseorang nantinya akan berlangsung sepanjang hidup dan menurutnya manusia akan berkembang secara bertahap lewat interaksi dengan masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat, Kepribadian adalah ciri dan watak yang diperhatikan seseorang dengan cara lahir, konsistem dan juga konsekuen pada setiap manusia yang melakukan proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini akan berlangsung seumur hidup manusia dan kepribadian individu akan terbentuk pada tingkah laku sehingga seorang individu yang mempunyai identitas khusus akan berbeda dengan orang lain.

Menurut M.A.W. Brower, Kepribadian merupakan corak tingkah laku sosial individu yang meliputi keinginan, opini, kekuatan dan juga dorongan serta perilaku seseorang.

·         Struktur Kepribadian
Berikutnya, yakni Struktur Kepribadian yang dimiliki manusia menurut teori Sigmund Freud. Sigmund Freud adalah pencetus teori Psikoanalisa Klasik yang mendeskripsikan bahwa insting terpenting manusia adalah Libido, yakni hasrat atau dorongan seksual. Libido ini bertujuan untuk melestarikan spesies (turunan). Libido ini merupakan energi psikis yang berupa insting, dan insting ini adalah gerakan atau dorongan yang berfungsi meredakan ketegangan. Sebagaimana contoh, kalau saya lapar maka saya akan makan.

Menurut Freud, manusia memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconcious), dan tak sadar (unconcious). Kemudian pada tahun 1923, Freud mengembangkan teorinya dengan menambahkan struktur kepribadian guna menyempurnakan teori sebelumnya. Id (das es), ego (das ich), dan super ego (das ueber ich).

a.      Id (das es)
Id ini adalah struktur kepribadian yang asli, dan dibawa sejak lahir (bawaan). Id ini merupakan dorongan primitif dengan prinsip hanya untuk mengejar kesenangan atau kenikmatan (pleasure principle). Id ini berusaha untuk memuaskan segala keinginan dan kebutuhan. Sebagaimana contoh, seorang bayi yang haus atau lapar maka ia akan menangis hingga kebutuhan tersebut terpenuhi.
Id ini berkuasa sekitas 50 persen dari 100 persen dibanding ego dan superego. Id ini bersifat tidak sadar.

b.      Ego (das ich)
Setelah sebelumnya dibahas apa itu Id dan bagaimana perannya, sekarang kita akan melanjutkan pembahasan struktur kepribadian yang kedua, yakni ego. Ego adalah struktur kepribadian yang berperan sebagai pemberi keputusan berdasarkan prinsip realita (reality principle). Ego ini merupakan perkembangan dari Id. Ego ini bersifat rasional, artinya dapat dipikir secara logika. Tujuan ego adalah menemukan cara yang realistis dalam rangka memuaskan Id. Fungsi ego yang baik adalah melayani Id tetapi tidak bertentangan dengan super ego (nilai moral). Apa itu super ego?

c.       Super ego (das ueber ich)
Super ego adalah nilai moral yang bersifat internalisasi yang berfungsi sebagai patokan. Super ego ini disebut juga sebagai prinsip idealistik (idealistic principle). Seperti ego, super ego merupakan perkembangan dari ego. Nilai moral secara universal selalu berkaitan dengan baik atau buruk dan benar atau salah.
Super ego dengan nilai moralnya yang bertentangan dengan id dengan prinsip kenikamatan, diantara kedua prinsip tersebut egolah yang menjadi penengah, yang menjembatani antara keduanya sehingga peran masing-masing prinsip tersebut berjalan dengan harmonis dan selaras.
Menurut Sigmund Freud, ego orang dewasa adalah ego yang telah mencapai kematangan dan berfungsi dengan baik. Jika ego belum mencapai titik kematangan maka bisa berkemungkinan id atau super egolah yang berperan.

H.    Metode

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif, sesuai dengan tujuan yang telah dicanangkan sebelumnya yaitu dalam menganalisis kepribadian tokoh serta teknik pelukisan tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin.
Penelitian deskriptif kualitatif merupakan salah satu dari jenis penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih, hubungan antar variable yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta pengaruhnya terhadap suatu kondisi, dan sebagainya. Menurut Nazir (1988), metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki. Sedangkan menurut Sugiyono (2005) menyatakan bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Menurut Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Adapun masalah yang dapat diteliti dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif ini mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif (perbandingan), serta dapat juga menjadi sebuah studi korelasional (hubungan) antara satu unsur dengan unsur lainnya. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, analisis data, interprestasi data, dan pada akhirnya dirumuskan suatu kesimpulan yang mengacu pada analisis data tersebut.
Bentuk penelitian ini secara tidak langsung juga mengarah ke beberapa rujukan dalam penafsiran setiap bagian-bagian pentingnya, salah satunya dengan menggunakan bentuk penelitian kualitatif yang menekankan pada proses dari produk atau outcome, artinya hasil penelitian kualitatif ini baru diketahui setelah melakukan analisis lebih lanjut terhadap data-data yang ditemukan pada novek Kutukan Tanah Buton karya Safarudin.
Adapun pendekatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan psikologi sastra karena penelitian yang hendak dilakukan yaitu berkenaan tentang kepribadian tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin.
Wellek dan Austin (1989:90) menjelaskan bahwa psikologi sastra memiliki empat arti. Pertama, psikologi sastra adalah pemahaman kejiwaan sang penulis sebagai pribadi atau tipe. Kedua, pengkajian terhadap proses kreatif dari karya tulis tersebut. Ketiga, analisa terhadap hokum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra. Dan keempat, psikologi sastra juga diartikan sebagai studi atas dampak sastra terhadap kondisi kejiwaan daripada pembaca.
Sementara itu, menurut Ratna (240:350) psikologi sastra adalah analisa terhadap sebuah karya sastra dengan menggunakan pertimbangan dan relevansi ilmu psikologi. Ini berarti penggunaan ilmu psikologi dalam melakukan analisa terhadap karya sastra dari sisi kejiwaan pengarang, tokoh maupun para pembaca.
Dengan kata lain, dapat juga dikatakan bahwa psikologi sastra melakukan kajian terhadap kondisi kejiwaan dari penulis, tokoh maupun pembaca hasil karya sastra. Secara umum dapat diambil kesimpulan adanya hubungan yang erat antara ilmu psikologi dengan karya sastra.
Tujuan utama dari psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terdapat dalam sebuah tulisan. Secara hakiki, karya sastra memberikan cara untuk memahami perubahan, kontradiksi dan berbagai penyimpangan dalam masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan kondisi kejiwaan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter ini dilakukan dengan cara menelaah karya sastra yang menjadi sumber data dalam penelitian, sumber data yang digunakan peneliti adalah novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin.

I.       Analisis Data

Analisis data adalah penelaahan dan penguraian data sehingga menghasilkan simpulan yang berupa temuan kepribadian tokoh yang dipengaruhi oleh struktur kepribadian tokoh yang menggunakan teori Psikoanalisis Sigmund Freud dan teknik pelukisan tokoh yang digunakan dalam melukiskan tokoh Lakalila, Tenri Ajeng, Fadilah, La An, dan Aulia sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Analisis yang terdapat dalam bab ini berdasarkan dari data-data berupa kepribadian tokoh dan teknik pelukisan tokoh yang terdapat dalam novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin yang meliputi kepribadian yang dipengaruhi struktur kepribadian id, ego, dan super ego. Berikut ini merupakan hasil pemaparannya.

·         Analisis Kepribadian Tokoh Dalam Novel Kutukan Tanah Buton Karya Safarudin

1.      Tokoh Lakalila
a)   Kepribadian yang dipengaruhi Id
“Janganlah duduk sambil menopang dagu, pemali nak !” nasihat ibunya
“Karena telah ditegur oleh ibu dan ayahnya, ia segera merubah tempat duduk dan tidak lagi menopang dagu. Ia tidak menanyakan pada ibu atau ayahnya mengapa pemali, yang diketahuinya ibu dan ayahnya mengatakan pemali yang berarti jangan dilakukan.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 4)
Malam itu Lakalila sangat bahagia, wajahnya berbinar-binar bagai pucuk kelapa yang baru mekar. Ia sangat senang dapat berjumpa dengan kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi istrinya. Kecantikannya telah mengukuhkan niatnya untuk hidup bersamanya. Tatapan Tenri Ajeng bagaikan tatapaj bidadari yang turun dari khayangan. Tatapan serta senyum manisnya telah tertanam diingatannya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 6-7)
Dari kutipan diatas menggambarkan tokoh Lakalila yang selalu patuh atas perintah kedua orang tuanya, tak ada sedikitpun protes darinya atas apa yang diperintahkan oleh orang tuanya, karena yang ia ketahui bahwa perintah orang tua adalah suatu hal yang harus segera dilakukan. Selain itu dari kutipan diatas juga tergambar tokoh Lakalila yang memiliki sisi penyayang, ungkapan rasa bahagian yang hadir ketika sang pujaan hatinya datang menjumpainya, membuat perasaan Lakalila seketika begitu bahagia. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Lakalila adalah penurut dan penyayang. Jadi, id yang dimiliki oleh tokoh Lakalila adalah selalu patuh terhadap perintah orang tuanya dan juga memiliki sisi penyayang pada seseorang yang ia cintai.

b)     Kepribadian yang dipengaruhi Ego
Melihat kondisi putrinya yang baik-baik saja, Pallawaruka sangat berterima kasih pada Lakalila.
“Terima kasih atas tanggung jawabmu menjaga putriku”
Lakalila menunduk pertanda menerima ucapan terima kasih dari Pallawaruka. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 12)
Duduklah Lakalila di kursi kayu depan rumah makan sambil memperhatikan kesibukan para warga yang menjajakan jualan mereka kepada pembeli.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Lakalila pada seorang perempuan yang tersandung jatuh didepan warung makan tepat dihadapan ia duduk.
“Iya tidak apa-apa” sambil berusaha mengumpulkan barang belanjaannya.”
“Biar aku bantu” kata Lakalila
“Terima kasih” kata perempuan itu. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 15)
Kutipan menggambarkan tokoh Lakalila yang dimana ia sangat memegang teguh sebuah janji yang telah ia ucapkan, ia berjanji pada ayah Tenri Ajeng yaitu Pallawaruka untuk menjaga anaknya saat ia hendak mengajak Tenri Ajeng jalan-jalan, dalam hal ini Lakalila berani memegang kata-katanya untuk dapat melaksanakan dari apa yang telah ia ucapkan. Selain itu tokoh Lakalila juga sangat baik saat menolong seorang gadis yang tersandung didepannya dengan atau tanpa melihat siapa dia. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Lakalila adalah dapar dipercaya dan baik hati atau penolong. Jadi, ego yang dimiliki tokoh Lakalila adalah ia sangat memegang teguh janji yang telah ia ucapkan atau dengan kata lain ia mampu menjaga kepercayaan orang lain terhadap dirinya, juga sangat baik dengan menolong seorang wanita yang ia lihat jatuh tepat didepan matanya.

c)      Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
      “Janganlah karena kecantikan kau lupa tanggung jawabmu terhadap negerimu, korbankanlah jiwamu demi negerimu, jangan korbankan jiwamu demi cinta, karena wanita jurang kebinasaan, bila kau tak beriman!”
      “Walaupun teluk Lawele dan teluk Kalisusu bertemu, cintaku padanya tak akan pernah berubah.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 24)
      “Aku mencintai mereka berdua ayah, aku akan menikahi mereka”
“Calon istrimu tak akan menerima sikapmu itu, mereka akan berkata apa nanti bila sikapmu masih tetap seperti itu”
“Biarlah mereka berkata, aku tak terusik dengan itu”
“Walaupun harga dirimu dihina ?”
“Walaupun harga diriku dihina!”
“Jangan pernah abaikan perasaan orang tuamu dan harga diri negerimu”
“Aku tak peduli. Demi cintaku, apapun akan kulakukan. Meski kematian sekalipun” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 25)
“Sejak kapan ada aturan seperti itu. Sejak kapan kamu membuat aturan itu, apakah dengan ayahku atau dengan siapa, katakan!” bentak Lakalila
“Sudah mencuri tak mau mengalah lagi”
“Apa yang kau katakan! coba kau katakan lagi jika kau berani mati disini, katakan!” bentak Lakalila disampingnya
“Pencu...”
Sebelum selesai dikatakan oleh orang tua itu, Lakalila telah meninju mulutnya. Jatuh tersungkurlah orang tua itu disemak-semak samping jalan setapak. Berlarilah para warga yang berdekatan kebun dengan orang tua itu, ada yang memegang Lakalila, ada yang membantu orang tua itu berdiri.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 46-47)
Kutipan novel diatas menggambarkan tokoh Lakalila yang didalam benaknya begitu mencintai Tenri Ajeng dan juga Fadilah, rasa cintanya pada kedua wanita itu membuat Lakalila tak ingin melepasnya dan hendak menikahi mereka berdua meskipun hal itu adalah mustahil, beberapa orang mungkin berpendapat bahwa itu adalah kurang baik jika menggunakan persepsi bahwa akan ada pihak yang dirugikan, akan tetapi jika cinta telah berkata, apapun itu pasti akan dilalui. Selain itu kutipan diatas juga menjelaskan bahwa sesuatu yang pantas untuk dibela, tak boleh ditahan-tahan, hak yang seharusnya dituntut jangan timbul atau segan untuk menghakiminya selama itu benar, tokoh Lakalila dengan berani melontarkan tinjunya pada wajah orang tua itu karena suatu hal yang sudah semestinya ia bela. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Lakalila adalah seorang yang setia dan pemberani. Jadi, super ego yang dimiliki oleh tokoh Lakalila adalah ia hendak menunjukkan bahwa cinta sejati itu adalah sesuatu yang mesti diperjuangkan entah apapun tantangan yang akan dihadapinya, juga keberanian dalam menegakkan suatu keadilan semestinya haruslah dilakukan.

2.      Tokoh Tenri Ajeng
a)      Kepribadian yang dipengaruhi Id
“Sungguh keindahan yang sangat menakjubkan. Hutan yang begitu lebat dengan dedaunan yang begitu hijau serta gemercik air yang mengalir menyatu dengan suara kicauan burung membuat hati ini terasa damai. Dimana lagi aku akan mendapatkan keindahan alam seperti ini, kalau bukan ditempat ini” kata Tenri Ajeng sembari menatap Lakalila. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 7)
Tenri Ajeng berbalik menatap  Lakalila dengan ekspresi membutuhkan maksud kekasihnya.
“Semua manusia akan kembali pada-Nya”
“Semoga Tuhan memberi waktu pada kita untuk hidup bersama lebih lama” jawab Tenri Ajeng (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 8)
“Kita harus ke pondok itu” dengan berlari menuju pondok dengan menggenggam tangan kekasihnya. Dari pondok itu mereka dapat melihat teluk Kamaru dan teluk Kalisusu. Tak luput pula aspal Lawele. Butiran-butiran hujan masih memukul-mukul atap pondok yang terbuat dari daun rumbia, membuat pndengaran sedikit terganggu. Cuaca menjadi gelap, seakan malam telah beranjak.
“Aku takut” kata Tenri Ajeng
“Jangan takut, aku akan menjagamu. Kamu harus hangat, jangan kedinginan” jawab Lakalila dengan segera memeluk Tenri Ajeng. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 10-11)
Kutipan novel diatas menggambarkan tokoh Tenri Ajeng yang melampiaskan perasaan kagumnya pada indahnya negeri kekasihnya. Ia hendak merefleksi dirinya pada indah suasana saat itu bersama seorang lelaki yang juga ia cintai. Pada kutipan selanjutnya tokoh Tenri Ajeng menyatakan dengan jelas perasaan cintanya pada lelaki idamannya, janji yang ia ucapkan itu seakan mewakili seluruh perasaannya saat itu. Selanjutnya, dalam kutipan diatas tokoh Tenri Ajeng juga menyatakan perasaan takutnya pada suatu kondisi dimana sebenarnya ia saat itu membutuhkan Lakalila. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Tenri Ajeng adalah penyayang dan penakut. Jadi, id yang dimiliki tokoh Tenri Ajeng adalah ia begitu mencintai Lakalila yang merupakan seorang lelaki yang dijodohkan dengannya, ia pun telah mengucapkan sebuah pinta tuk hidup lebih lama lagi bersama lelaki yang ia cintai dan juga tergambarkan bahwa Tenri Ajeng adalah seorang yang penakut.

b)     Kepribadian yang dipengaruhi Ego
 “Kami tidak melarang kalian berteman, tapi kami akan melarang jika kalian melebihi dari sekedar teman, karena itu tak akan pernah terjadi” kata ibu Aulia
Tiba-tiba ibu Aulia berkata sepeti itu, membuat La An dan Aulia kaget. Aulia mendekati Ajinya dan memegang tangannya. Pak Aji melihat mutiara hatinya itu, diperhatikan putri kesayangannya itu dengan kasih sayang, begitupun ditatapnya istrinya dengan senyum dibibirnya. Pak Aji memperbaiki songkonya yang berwarna putih itu, merapikan selendangnya, lalu melihat ke depan.
“Apa salahnya cinta bila telah tumbuh dihati keduanya. Yang harus diperhatikan adalah akhlaknya, apakah akhlaknya baik atau tidak. Jika baik maka itulah menantu yang diharapkan setiap orang tua”
“Tidak bisa Aji” kata ibunya Aulia (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 188)
“Kekayaan dapat ku cari bu Aji” kata La An
“Diam kamu!” bentak ibu Aulia pada La An
Aulia kaget begitupun ayahnya melihat ibunya membentak La An. Aulia hanya dapat menangis didepan ibunya dan ayahnya.
“Kamu sudah bisa pulang besok, karena aku tak mau melihatmu berada disini” kata ibu Aulia. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Tenri Ajeng yang dalam konteks ini telah menjadi ibu dari Aulia,  memiliki pendapat bahwa tidak seharusnya anaknya bertemu dengan La An yang merupakan anak dari Lakalila, yaitu pemuda yang pernah meinggalkannya dan melupakan janjinya. Tokoh Tenri Ajeng juga menunjukkan amarahnya yang menyatakan bahwa sebenarnya ia tidak setuju antara kedekatan puti semata wayangnya dengan La An yang ia anggap bahwa itu sangat tidak baik. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Tenri Ajeng adalah pemarah. Jadi, ego yang dimiliki tokoh Tenri Ajeng adalah pemarah, dan mejaga serta tidak ingin melihat anaknya sengsara sama seperti dirinya dimasa lalu, seperti kisah cintanya dengan Lakalila yaitu ayah dari La An.

c)      Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Maafkan Aji sayang, carilah pria lain. Kamu tak akan bahagia bila hanya bermodalkan cinta” sambil memeluk anaknya satu-satunya itu. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189)
“Apa salah kami haji. Apakah salah jika kami saling mencintai”
“Iya salah besar!” katanya ibu Aulia.
“Kami saling mencintai bu, aku sangat mencintai Aulia”
“Apa! aku sangat tidak terima, Aulia mencintai laki-laki yatim dan tak memiliki apa-apa” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189)
“Semua ini karena kesalahan orang tuamu, pergi kau dari sini!” bentak Tenri Ajeng kepada La An.
La An tak mengerti maksud pembicaraan ibunya Aulia, dia tak menghiraukannya, yang dipirannya bagaimana keadaan Aulia. Sementara Aulia telah dibawa dirumah sakit oleh ayahnya. La An mau ikut mengantar Aulia ke rumah sakit tapi dilarang keras oleh ibunya Aulia. Dia hanya dapat melepas Aulia dengan pandangan mata menyertai kepergiannya didalam mobil ke rumah sakit.
“Pokoknya besok kamu harus pulang. Aulia telah salah memilihmu!” kata ibunya Aulia dengan tatapan tajam menatap La An.
“Apa salahku bu, apakah salah aku mencintai Aulia? ”
“Banyak kesalahanmu!” bentak ibunya Aulia kepadanya lalu memasuki mobil menuju rumah sakit. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189-190)
Dari kutipan novel diatas `menggambarkan tokoh Tenri Ajeng yang tidak ingin anaknya mengalami nasib yang sama dengannya seperti dimasa lalu saat dirinya bersama Lakalila yang merupakan ayah dari La An, tokoh Tenri Ajeng pun bersikeras melakukan penolakan untuk menjaga anaknya dari seorang lelaki yang kiranya nanti akan menyakiti hati anaknya seperti yang ia alami dimasa lalu. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Tenri Ajeng adalah perhatian. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh Tenri Ajeng adalah perhatian pada masa depan anaknya, ia juga mengkhawatirkan akan apa jadinya jikalau anaknya menjalin hubungan dengan anak dari laki-laki yang pernah menyakiti dirinya.

3.      Tokoh Fadilah
a)      Kepribadian yang dipengaruhi Id
Tibalah waktu subuh, hanyalah kesunyian yang hening, bergegaslah Lakalila, diletakkannya secarik kertas diatas tempat tidurnya. Perlahan-lahan dia mengayunkan langkah kakinya agar lantai papan rumah tidak berbunyi, setelah keluar rumah dia mempercepat langkahnya, tiga kali dia berbalik melihat rumah yang ditinggalkannya itu, pedih rasanya akan tetapi demi cintanya apapun akan dilakukannya.
“Aku takut menjadi anak durhaka, berat hatiku meninggalkan rumah dan nenekku” isak tangis Fadilah dihadapan pemuda yang dicintainya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 32)
“Fadilah menangis sambil memeluk anaknya, ia terharu atas keinginana La An dan semangatnya untuk kuliah.
“Makasih bu, ini semua atas doa ibu. Tanpa doa ibu semua ini tak akan terjadi, sekali lagi terima kasih bu” kata La An dipelukan ibunya.
“Iya nak. Doa ibu selalu yang terbaik untukmu” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 111)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Fadilah yang sungguh takut jika tindakannya itu akan berujung pada hal-hal yang membuat neneknya kecewa dengan apa yang telah ia lakukan, ia pun menyucurkan air matanya akan apa yang telah ia lakukan, disisi lain kasih sayang Fadilah juga tercurahkan selalu pada anaknya yaitu La An, doa dan dukungannya selalu menyertai anaknya itu. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Fadilah adalah penyedih. Jadi, id yang dimiliki tokoh Fadilah adalah kesedihan Fadilah karena ia takut akan perbuatannya itu yang menjadikannya anak durhaka, juga suatu kesedihan atas dasar bahagia karena melihat anaknya menjadi seseorang yang dapat mencapai tujuan serta impiannya.

b)     Kepribadian yang dipengaruhi Ego
“Jika kamu bermain bersama Putri harusnya kamu mengalah”
“Kenapa harus mengalah bu ?”
“Putri kan seorang perempuan, kamu seorang laki-laki, dan laki-laki itu adalah pelindung, maka kamu harus melindungi Putri”
“Oh begitu ya bu, iya! aku akan melindungi putri” jawab La An dengan wajah polosnya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 60-61)
Seusai mandi dan makan, ibunya berkata “Anakku apakah ada keinginanmu untuk kuliah ?” La An tidak menjawab malah balik bertanya “Memangnya ada apa bu ?”. “Rapat tadi disekolah membicarakan progam beasiswa bidikmisi. Programnya sangat bagus tapi ibu sedikit khawatir Nak”. “Memangnya kenapa bu dengan beasiswa bidikmisi itu ?”. “Pertama berkas kalian dikirim melalui internet dan semua siswa yang dikiim berkasnya harus melengkapi administrasi”. “Berapa bu administrasinya ?”. “Mahal Nak. Kita tak memiliki uang sebanyak itu sekarang”, “Oh begitu yah bu”, “Iya Nak, kamu bersabarlah dulu, jika ada rezeki pasti kamu ikut tahun depan”, “Iya bu” jawabnya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 92)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Fadilah yang selalu memberi nasihat pada anaknya bahwa seharusnya laki-laki itu adalah pelindung bagi perempaun, begitu nasihat yang ia sampaikan pada anaknya, selain itu tokoh Fadilah memiliki sosok yang seringkali ragu dengan apa yang akan terjadi, seakan dirinya ragu tuk melangkah kedepan sebelum merasakan apa yang akan diperolehnya kemudian. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Fadilah adalah penasehat dan pesimis. Jadi, ego yang dimiliki tokoh Fadilah ia selalu memberi nasihat kepada anaknya,salah satunya yaitu seorang laki-laki yang harus melindugi perempuan, juga salah satu sikap yang sering ditunjukkan oleh Fadilah yaitu rasa ketakutannya yang muncul pada suatu hal yang belum pasti kedepannya akan seperti apa atau dengan kata lain pesimis.

c)      Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Ibu minta maaf Nak. Keinginanmu itu sepertinya akan sulit didapatkan” jawab ibunya.
Mendengar jawaban ibunya membuat dirinya putus asa. Tak tahu lagi hendak kemana dan seperti apa kedepannya.
“Jangan memaksakan keadaan Nak. Bersabarlah dulu, umurmu juga masih muda, masih panjang perjalananmu. Tidak baik memaksakan kehendak.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 83)
Kalau kamu sudah lapar buka bekalmu baru makan jangan kamu malu karena dikota itu orang-orang sibuk dengan urusan mereka sendiri, mereka tidak akan memperhatikanmu saat makan”, Kata Fadilah pada anaknya. Fadilah sangat mengetahui betul sifat anaknya itu yang pemalu bila makan ditempat keramaian.
“Iya bu” jawab La An.
“Ibu sudah siapkan pakaian yang kamu bawa dan juga perlengkapan mandimu, coba cek kembali sepatumu apakah sudah dikemas atau belum” kata ibunya sambil memasukkan beras merah didalam lapa-lapa dan mengikatnya.
“Sudah bu”
“Berkas-berkasmu perhatikan kembali jangan sampai ada yang tercecer atau dilupa”
“Iya bu” jawab La An sambil berdiri menuju kamar memeriksa berkas-berkasnya yang akan dibawanya ke Kendari. Lalu setelah itu aku balik kembali ke dapur  menemui ibu.
“Sudah semua bu” katanya.
“Baguslah” jawab ibu. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 97-98)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Fadilah yang selalu menasihati anaknya untuk selalu sabar dalam menghadapi rintangan hidup, juga sebagai seorang ibu yang perhatian dengan kehidupan anaknya. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Fadilah adalah penyabar dan perhatian. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh Fadilah adalah selalu menanamkan kesabaran dalam diri anaknya melalui nasihat-nasihat yang ia berikan pada anaknya, selain itu tokoh Fadilah merupakan tokoh yang begitu perhatian pada anaknya.

4.      Tokoh La An
a)      Kepribadian yang dipengaruhi Id
Dengan tatapan lembutnya dan suara paraunya itu ibunya selalu menasihatinya untuk selalu mengingat pesan ayahnya bahwa “Janganlah terpesona akan keindahan karena belum itu tak memiliki duri”, dengarkanlah nasihat-nasihat ayahmu agar dirimu menjadi anak yang berbakti pada orang tua. Niatku yang begitu kuat terpaut dalam hatiku berbisik “Apakah keinginanku ini adalah niat yang didorong oleh hawa nafsu yang tidak baik ?”, tapi pertanyaan itu tak berani kutanyakan kepada ibu karena aku tahu ibu akan marah apabila aku mempertanyakan hal itu.
Dalam hati kecilku berbisik “Sebagai anak aku sudah seharusnya patuh pada nasihat orang tuaku agar aku tak menjadi salah satu anak yang di Batata oleh orang tuanya di Tolando Batuaso dan Tolando Tampuno Timara karena cinta.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 58-59)
...”Ibu aku pergi dulu, assalamualaikum!”
“Walaikumsallam” jawab ibunya dari dapur.
Seperti biasa La An pasti berteriak memanggil putri untuk ke sekolah bersama-sama.
“Putriiiiii.....!”
“Iya tunggu” terdengar suara Putri dari dalam rumahnya.
“Cepat”
“Iya, iya” tiba-tiba Putri sudah berada didepannya.
Begitulah setiap saat jika ke sekolah, pasti La An berteriak memanggil sahabat kecilnya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 63)
“Putri kerjakan dengan dengan saya punya”
“Iya” jawabnya.
Setiap yang dikerjakan Putri pasti nilainya bagus. Akhirnya, semua tugas La An dikerjakan Putri (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 63)
“An ambil minadawa yang ada diatas meja yang ibu simpan untukmu” kata ibunya.
“Siapa yang membuatnya bu ?”
“Ibunya Putri, tadi Putri yang membawanya”
“Oh iya bu” diambilnya lalu dicampur dengan nasinya, rasanya begitu nikmat. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 72)
Dari kutipan diatas menggambarkan dengan jelas bahwa tokoh La An ini sangat patuh dengan apa yang menjadi perintah kedua orang tuanya sebagai seorang anak agar tidak ditimpa Batata dikarenakan cinta, selain itu kutipan diatas juga menggambarkan tokoh La An yang begitu semangat saat mengawali harinya utamanya ketika hendak pergi kesekolah sembari berteriak memanggil Putri sahabat kecilnya, selajutnya tokoh La An juga ternyata merupakan seorang yang pemalas dimana pada kutipan diatas La An meminta Putri untuk mengerjakan tugas sekolahnya karena ia tahu Putri adalah anak yang selalu mendapat nilai yang baik dikelasnya, juga tak lupa selera makan La An yang begitu mencolok lewat sebuah kutipan pada novel dimana sat itu La An diberikan minadawa oleh ibunya Putri yang langsung ia santap bersama nasi sebagai hidangan makannya kala itu. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh La An adalah penurut, periang, pemalas, dan seorang pemakan. Jadi, id yang dimiliki tokoh La An adalah ia selalu menuruti setiap perintah orang tuanya karena ia takut kalau dirinya nanti dikena Batata, ia juga merupakan seorang anak yang periang utamanya ketika sedang bersama sahabat kecilnya yaitu Putri, tidak lepas dari hal-hal itu tokoh La An ternyata seorang yang pemalas, juga dengan selera makan yang yang cukup baik.

b)     Kepribadian yang dipengaruhi Ego
La An lalu berdiri, dia mengambil tas ranselnya lalu mengajak putri untuk pulang ke rumah.
“Ayo kita pulang, aku harus mengganti atap dapur yang sudah bocor”
“Aku bantu yah, mengambilkan atap dan memberikanmu dari bawah”
“Tidak usah, kamu kan perempuan, aku malu bila menyuruh perempuan bekerja, lagian kamu harus membersihkan juga dirumahmu, nanti ibumu marah jika melihat rumahmu berantakan”
“Baiklah kalau begitu” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 72)
Lalu bapak wali kelas itu sekaligus wakil Kepala Sekolah itu tidak bertanya lagi. Dia membuka-buka lembaran buku yang dipegangnya dengan tatapan yang serius. Diperhatikan betul-betu lembaran buku itu. La An hanya diam sambil mempertemukan tangannya dan memain-mainkan jarinya.
“La An!”
“Iya pak!” jawabnya secepat kilat.
“Apa rencanamu setelah lulus ?”
“Tes pak”
“Tes apa!”
“Tes tentara pak”
“Tidak ada keinginan untuk kuliah” ia bertanya sambil terus membuka lembaran buku yang dipegangnya.
“Tidak pak”
“kenapa ?”
“Tidak ada uang pak”
“Terus tes tentara tidak pakai uang”
“Pakai pak”
“Apa bedanya dengan kuliah ?”
“Kalau tes tentara, satu kali pakai uang tapi kalau kuliah....” wali kelas itu tersenyum mendengar jawabannya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 :86-87)

Ditariknya napasnya dalam-dalam lalu dihembuskannya agar pikirannya menjadi jernih. Mulailah diangkainya kata demi kata sebaik mungkin agar maksudnya dapat tersampaikan kepada Aulia. Tak henti-hentinya dibaca berulang-ulang kali pesannya itu. Dengan modal nekat dia mengirim pesan itu. Pesan itu diturutkan doa. Balasan pesan itu tak disangka-sangka dapat menenangkan hatinya. Dia bergegas ke tugu kampus menemui Aulia yang sementara melakukan diskusi organisasinya.
Dipendamnya rasa malu itu, berharap semoga tindakannya itu tidak salah. Semakin mendekati tugu semakin berat kakinya melangkah.
“Biar aku yang ke situ” tiba-tiba pesa aulia masuk dan berkata seperti itu.
“Dimana ?”
“Ditempatmu sekarang” (Kutukan Tanah Buton, 2018 :147)
kutipan diatas menggambarkan tokoh La An yang dimana ia tidak ingin melihat Putri kesusahan ketika hendak menemani dirinya untuk mengganti atap dapur yang bocor karena anggapannya bahwa itu adalah pekerjaan laki-laki, kutipan selanjutnya menggambarkan tokoh La An yang begitu tanggap dalam menjawab pertanyaan wali kelasnya tentang apa yang akan ia lakukan ketika telah lulus nantinya dan tentunta tujuan La An adalah ingin tes tentara, kutipan berikutnya menggambarkan tokoh La An yang merasa terpaksa untuk meminjam uang Aulia sebagai keperluan pembayaran buku yang dibelinya dari dosen. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh La An yaitu bijak, percaya diri, dan pemalu. Jadi, ego yang dimiliki tokoh La An adalah ia tidak ingin menimpakan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang laki-laki kepada perempuan, ia juga begitu percaya diri dengan apa yang telah menjadi tekadnya yaitu hendak mengikuti tes tentara, selanjutnya tokoh La An juga terkesan pemalu saat hendak meminjam kepada Aulia karena ia takut jikalau tindakannya itu salah.

c)      Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
Dengan ragu-ragu La An membawa tugasnya pada ibunya.
“Betul ini hasil kerjamu sendiri ?”
La An hanya terdiam. Dia tidak mau berbohong pada ibunya, karena berbohong adalah dosa besar apalagi kepada orang tua.
“Jawab ?”
“Bukan bu, itu hasil kerja Putri” dengan nada terbata-bata
“Mulai sekarang kamu harus belajar kerjakan sendiri tugasmu, ibu akan memarahi Putri jika mengerjakan tugasmu lagi”
“Jangan bu, saya janji akan mengerjakan sendiri tugasku” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 63-64)
“Pulanglah duluan nak, demi kebaikan kita semua”
“Kami saling mencintai!, apakah karena harta cinta kami tidak direstui ?”
“Bila betul kamu mencintai Aulia, maka kamu harus berkorban demi kebaikannya, karena bila ibunya jatuh sakit, Aulia juga akan sakit karena Aulia sangat menyayangi ibunya, apakah kamu mau melihat Aulia sakit terus-menerus ?”
La An hanya terdiam, dia tak mungkin bisa melihat Aulia jatuh sakit, apalagi mendengar Aulia menjerit kesakitan.
“Besok kamu sudah bisa pulang, bapak dan ibu haji tidak membencimu tetapi ini demi kebaikanmu dan kebaikan Aulia”
“Aku tak bisa meninggalkan Aulia, sebelum aku tahu keadaannya”
“Aulia sekarang baik-baik saja”
“Aku tak bisa mencintai wanita lain, hatiku telah kuberikan seutuhnya pada Aulia, wanita yang sangat kucintai didunia ini.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 190-191)
Pagi itu aku tidak ke kampus, aku memilih berada di kos seharian seperti cewek yang mengurung dirinya dikamar. Ternyata mengurung diri disuatu tempat yang tertutup dengan ditemani segudang masalah rasanya aku akan gila, beberapa kali aku berbicara sendiri dan menertawai diriku sendiri, mungkin juga orang-orang disamping kamar kosku akan heran mendengarkan aku berbicara sendiri dan tertawa sendiri, ternyata gila itu menyenangkan karena kita akan bebas melakukan apa saja, hanya saja penampilan dan   cara berpikir kita dianggap kotor oleh orang lain yang melihatnya, tak diterima oleh akal sehat manusia yang waras tapi apakah yang waras sana sudah sehat pula akal pikiran mereka, belum tentu.
Jika saja aku tak mengingat ibuku mungkin aku sudah akhiri hidup ini. Memang buah itu jatuh tak jauh dari pohonnya, tapi aku tak mau menjadi buah itu. Seorang ayah yang menikah lagi dengan wanita lain bagiku cintanya tak seteguh pohon yang menghasilkan buah itu, cintanya mudah dibagi bahkan dicaci, aku tak bisa seperti itu, aku tak mau menjadi buah yang jatuh tapi aku mau menjadi pohon yang menghasilkan buah. Jika pohonnya baik dan sehat maka buah yang dihasilkan pula baik & sehat. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 213-214)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh La An berusaha untuk tidak berbohong pada ibunya atas tugas yang telah dikerjakannya, bahwasannya tugas itu bukan murni dia yang kerjakan tetapi hasil pekerjaan Putri, La An merasa sangat khawatir jika Putri kembali mengerjakan tugasnya, karena jika itu terjadi itu terjadi ibu La An tidak segan-segan untuk memarahi Putri, akhirnya La An berjanji untuk mengerjakan tugasnya dengan usahanya sendiri. Kutipan novel selanjutnya menggambarkan bahwa tokoh La An tidak ingin cinta yang telah ia bangun runtuh seketika, ia tetap ingin memperjuangakan cintanya pada Aulia meski kedua orang tuanya tidak merestui hubungan mereka, kutipan berikutnya menggambarkan tokoh La An yang begitu terpukul ketika menerima undangan pernikahan Aulia, seketika teras hidupnya tidak berarti lagi, tak ada aktivitas yang ia lakukan saat itu, hanya diam didalam kamar kos dan meratapi nasibnya yang ditimpa oleh banyak permasalahan. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh La An adalah jujur, setia, seorang yang sedang frustrasi dan stres. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh La An yaitu ia tidak ingin sekali-kali berkata bohong pada ibunya karena berbohong adalah dosa besar yang dilakukan pada orang tua, juga pada saat itu La An yang berjuang untuk mempertahankan cintanya meski kedua orang tua Aulia tak merestui hubungan mereka, kutipan yang terakhir memperlihatkan kondisi psikologis La An yang begitu terpukul dan tidak terima pada apa yang ia terima hari itu yaitu berupa surat undangan pernikahan, dirinya begitu frustrasi dan stres dengan permasalahan yang ia alami saat itu.

5.      Tokoh Aulia Nur Maharani (Aulia)
a)      Keribadian yang dipengaruhi Id
Rak-rak buku yang berjejer dengan rapi, mulailah dikelilingi oleh La An dan Aulia mencari buku bacaan politik lokal. Aulia sudah melihat judul buku itu, tapi tidak bisa mengambilnya karena terletak ditingkat rak paling atas. Dilompat-lompatinya untuk mengambil buku itu, La An segera menghampiri suara sepatu itu, dilihatnya Aulia yang melompat-lompat berusaha mengambil sesuatu, didekatinya lalu mengambil buku itu, tak sadar Aulia berbalik dan menabrak badan La An, karena takut agar Aulia tidak jatuh La An segera memeluk Aulia dengan erat. Bertemulah dada mereka, sementara bibir La An dan Aulia saling bertemu, detak jantung keduanya tak beraturan berdetak, La An merasakan betul dadanya berada diatas gunung Bente dan gunung Bori-Bori yang tak pernah akan berpisah selama-lamanya. Keempukan gunung itulah yang membuat jantungnya seakan ingin keluar dari rongga dadanya.
Keduanya tersentak berdiri dengan baik, sambil salah tingkah, keduanya melihat kiri kanan yang disertai gerak bada mereka.
“Maaf, maaf” kata La An sambil salah tingkah.
“Iya” jawab Aulia dengan posisi salah tingkah pula.
“Ini bukunya” La An menyodorkan buku bacaan yang dicarinya
“Makasih An’
“Iya sama-sama” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 138-139)
Dilihatnya wajah kekasihnya, bicaranya sangat serius, barulah dia menanggapi serius pembicaraan kekasihnya.
“Ada apa sayang. Mengapa dirimu berkata seperti itu ?”
Aulia hanya tertunduk dan mengusap air matanya, melihatnya seperti itu dia semakin penasaran.
“Ibuku menyuruhku pulang” kata Aulia singkat.
“Mungkin ibumu sudah merindukanmu, apalagi kamu anak bungsu sayang wajarlah jika ibumu merindukanmu”
“Aku tak mau pulang, jika tak bersamamu” kata Aulia sambil menatap La An. Dilihatnya tatapan kekasihnya itu sangat teduh dan penuh harap  agar dia mengiyakan keinginannya”
“Iya sayang” jawabnya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 167)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Aulia yang menerima perasaan yang malu-malu bercampur deg-degan kala badan Aulia dipeluk oleh La An, karena La An yang takut jangan sampai Aulia terjatuh saat sedang berusaha mengambil buku yang dicarinya itu, selain itu disisi lain kutipan diatas juga menggambarkan tokoh Aulia yang ingin segera menemui ibunya yang telah amat rindu kepadanya, tak mampu ia membendung semua itu sehingga tangisannya muncul ketika itu. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Aulia adalah pemalu dan penyedih. Jadi, id yang dimiliki tokoh Aulia adalah perasaannya yang malu-malu tertuang saat dirinya dan La An saling berpelukkan secara tidak sengaja yang membuat dada La An dan Aulia saling berdempetan, pun juga tokoh Aulia yang begitu merindukan ibunya yang menginginkannya untuk segera pulang kekampungnya yaitu Makassar bersama La An.

b)     Kepribadian yang dipengaruhi Ego
“Kamu sudah berwudhu?”
“Belum”
Aulia menatapnya, menginginkan alasannya.
“Aku lupa membawa air, tapi sebentar aku bertayamum saja”
“Ini” kata Aulia sembari menyodorkan sebotol aqua berukuran besar miliknya yang kemasannya masih utuh.
“Pakailah air milikku”
“Jika aku yang gunakan, lalu kamu pakai apa ?” tanya La An padanya, akan tetapi Aulia hanya tersenyum menatapnya. Akhirnya La An mengagguk pertanda mengerti.
“Kalau begitu aku berwudhu dulu’ sembari tangannya diajungkan ke depannya.
“Iya. Aku akan kembali ke dalam” jawab Aulia. (Kutukan Tanah buton, 2018 : 129-130)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Aulia yang hendak membagi air wudhunya untuk La An dikarenakan La An lupa membawa air saat itu, La An pun menerima air pemberian Aulia yang kemudia ia gunakan untuk berwudhu. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Aulia adalah perhatian dan atau penolong. Jadi, ego yang dimiliki tokoh Aulia yaitu ia rela memberikan air aqua miliknya untuk digunakan oleh La An saat berwudhu.

c)      Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Biar aku yang ke situ” tiba-tiba pesan Aulia masuk dan berkata seperti itu.
“Dimana ?”
“Ditempatmu sekarang”
Aulia tahu kalau La An sebenarnya sangat terpaksa meminta bantuan padanya. Dia juga menghargai La An apabila uang itu diberikan dihadapan banyak orang. Begitulah kebaikan Aulia yang sangat dikagumi La An. Bukan karena dia anak orang kaya, tetapi penghargaannya pada orang itulah yang dikaguminya.
“Aku akan mengingatnya”
Aulia tersenyum, “ Tebal sekali bukunya, nanti kapan-kapan aku baca yah”
“Iya. Bacalah” sambil menyodorkan buku itu
“Nanti bila kamu sudah membacanya” kata Aulia
“Baiklah” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 147)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh Aulia yang tidak ingin membuat La An terhina dengan memberikan uang kepada La An ditempat keramaian, ia berusaha datang sendiri ke tempat La An berada karena dia betul-betul mengahargai perasaan La An. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Aulia adalah pengertian. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh Aulia adalah ia betul-betul menghargai perasaan La An dengan tidak memberikan uang yang hendak dipinjam La An kepadanya dihadapan orang banyak, itu pula yang membuat La An sangat mengagumi Aulia.

·         Analisis Teknik Pelukisan Tokoh Dalam Novel Kutukan Tanah Buton Karya Safarudin

Untuk meluksikan tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton, digunakan teknik ekspositori, teknik cakapan, teknik tingkah laku, teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, dan teknik pelukisan fisik.
a.       Teknik cakapan
percakapanpercakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang bersangkutan.
b.      Teknik tigkah laku
Teknik tingkah laku yaitu tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan tokoh dalam wujud tindakan dan tingkah laku dapat disebut sebagai menunjukkan reaksi tanggapan, sifat, dan sikap yang mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
c.       Teknik reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai tanggapan atau reaksi tokoh terhadap  kejadian-kejadian yang dialaminya, keadaan, kata maupun tingkah-laku tokoh dalam merespon seiap kejadian sebagai bentuk penampilan yang  mencerminkan kediriannya.
d.      Teknik reaksi tokoh lain
Teknik reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, dan sebagainya yang berupa rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
e.       Teknik pelukisan fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu.

J.      Kesimpulan

Dari substansi data yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan :

1.      Berdasarkan penelitian kepribadian tokoh yang telah dilakukan pada novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin ditemukan kepribadian tokoh sebagai berikut.
a.       Tokoh Lakalila
·         Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : penurut, penyayang, ceria, tegas, dan semangat.
·         Kepribadian yang dipengaruhi Ego yaitu : dipercaya, baik hati, serta penolong.
·         Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego yaitu : seorang yang setia dan pemberani

b.      Tokoh Tenri Ajeng
·         Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : penyayang dan penakut
·         Kepribadian yang dipengaruhi Ego yaitu : setia dan pemarah
·         Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego yaitu : perhatian
c.       Tokoh Fadilah
·         Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : ceria, periang, dan penyedih
·         Kepribadian yang dipengaruhi Ego yaitu : penasehat dan pesimis
·         Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego yaitu : penyabar dan perhatian
d.      Tokoh La An
·         Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : penurut, periang, pemalas, dan seorang pemakan.
·         Kepribadian yang dipengaruhi Ego yaitu : bijak, percaya diri, dan pemalu.
·         Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego yaitu : jujur, setia, seorang yang sedang frustrasi dan stres.
e.       Tokoh Aulia
·         Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : pemalu dan penyedih.
·         Kepribadian yang dipengaruhi Ego yaitu : perhatian dan atau penolong.
·         Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego yaitu : supel, perhatian, periang, penyedih, dan pengertian.

2.      Berdasarkan penelitian teknik pelukisan tokoh yang peneliti lakukan pada novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin ditemukan tenik-teknik pelukisan tokoh sebagai berikut.
a.       Teknik ekspositori
b.      Teknik cakapan
c.       Teknik tingkah laku
d.      Teknik reaksi tokoh
e.       Teknik reaksi tokoh lain
f.       Teknik pelukisan fisik.






DAFTAR PUSTAKA

Ratmana, M. K. S. N., & Milawasri, F. A. (2017). ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA WANITA DALAM CERPEN Pendahuluan Pengertian Cerpen Cerpen adalah cerita yang. 1(2), 87–94.
Rifqiya, A., Pendidikan, J., Perancis, B., Bahasa, F., Seni, D. A. N., & Yogyakarta, U. N. (2013). LA FÊTE DES MASQUES KARYA SAMI TCHAK ( KAJIAN PSIKOANALISIS ).
Yanti, C. S. (2015). Religiositas islam dalam novel. 3(15).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH SENSUS PENDUDUK

Makalah MATA KULIAH : TEKNOLOGI INFORMATIKA SENSUS PENDUDUK                                                                           Disusu...