IDENTIFIKASI KEPRIBADIAN TOKOH
DALAM NOVEL KUTUKAN TANAH BUTON KARYA
SAFARUDIN : ANALISIS PSIKOLOGI SASTRA
Muh. Ronaldhin Dona,
A1M118109, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo.
ABSTRAK
Penelitian ini dilatar belakangi oleh
keinginan untuk mengidentifikasi serta menemukan keprobadian tokoh dalam novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin. Penelitian
ini bertujuan pula untuk memperoleh data tentang kepribadian dan teknik
pelukisan tokoh dalam novel Kutukan Tanah
Buton. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
melalui pendekatan psikologi sastra. Pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan teknik pustaka, yaitu dengan beberapa referensi-refernsi yang
terdapat pada laman web dan juga buku
novel Kutukan Tanah Buton. Beberapa
metode analisis saya gunakan dalam proses penelitian ini diantaranya yaitu
metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif, juga
dengan bentuk pendekatan psikologi sastra, yang dimana pada penelitian ini
fokus pada analisis kepribadian tokoh pada novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin. Beberapa pelukisan kepribadian
tokoh dituangka pada sejumlah materi yang diproleh penulis dari beberapa sumber
referensi dan juga jurnal-jurnal ilmiah yang mambantu proses penelitian ini.
Kata kunci :
Kepribadian tokoh, teknik pelukisan, novel
Novel
Kutukan Tanah Buton merupakan sebuah
novel yang tidak hanya menceritrakan kisah percintaan didalamnya, akan tetapi
juga terkandung makna-makna kehidupan yang dapat menjadi pelajaran bagi seluruh
kaum masyarakat. Pesan-pesan moril tergambar pula pada perilaku setiap tokoh
dalam bertindak, yang dimana dalam kisah novel Kutukan Tanah Buton ini bersinergi dengan kisah percintaan seorang
pemuda yang ada di tanah Buton, pembuktian itu dinyatakan dengan beberapa
kejadian-kejadian yang dilatari oleh beberapa tempat seperti Keraton Buton,
Desa Mataoe, Desa Matareau, dan beberapa tempat lainnya yang tersaji didalam
novel ini. Alur cerita ini pun berupa alur maju yang dimana penggambaran
kisahnya berawal dari satu tokoh yang merupakan sumber dari beberapa
pengembangan-pengembangan konflik yang ada pada cerita tersebut. Tema yang
ditonjokan dalam cerita ini adalah kisah percintaan dan mimpi (cita-cita) oleh
dua tokoh dalam cerita tersebut yaitu Lakalila dan La An. Lakalila yang
terkesan lebih optimis dalam melancarkan setiap rencananya terkadang memberi
suatu pandangan bahwa seharusnya hidup ini adalah ladang pelajaran dalam
memetik pesan-pesan kehidupan yang menjadi pelajarannya dimasa yang akan
datang. Sedangkan La An seorang pemuda yang tampan, memiliki kecerdasa intelek,
serta mampu untuk selalu bertutur sopan dan berprilaku santun dengan
orang-orang disekitarnya, akan tetapi ada saatnya dimana harapan yang juga
menjadi impiannya harus sirna.
Alasan
peneliti memilih novel Kutukan Tanah
Buton karya Safarudin yaitu karena novel ini memiliki suatu alternatif yang
sangat mendukung untuk membangun argumen penulis dalam melukiskan kepribadian
dari tokoh yang ada pada alur cerita tersebut. Selain itu, kepribadian tokoh
dalam novel Kutukan Tanah Buton ini mempunyai peran penting dalam sebuah karya
sastra, karena tanpa adanya kepribadian tokoh yang tergambar melalui
konflik-konflik antar tokoh dalam sebuah novel, maka karya sastra tersebut
tidak akan terasa hidup dalam daya imajinasi setiap pembacanya.
A.
Pengertian Novel
Novel merupakan
suatu bentu karya sastra yang berbentuk prosa yang memiliki unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Kata novel berasa dari bahasa Italia yaitu “novella” yang
berarti sebuah kisah atau cerita.
Sebuah novel biasanya menceritakan
atau menggambarkan tentang kehidupan manusia yang berinteraksi dengan
lingkungan dan juga sesamanya.
Di dalam sebuah novel, biasanya
pengarang berusaha semaksimal munngkin untuk memberikan arahan kepada pembaca
untuk mengetahui pesan tersembunyi seperti gambaran realita kehidupan melalui
sebuah cerita yang terkandung di dalam novel tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (2010: 4)
mengemukakan bahwa novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia
yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif yang dibangun
melalui berbagai unsur instrisiknya seperti peristiwa, plot, tokoh dan
penokohan, latar, dan sudut pandang yang kesemuanya bersifat imajinatif,
walaupun semua yang direalisasikan pengarang sengaja dianalogikan dengan dunia
nyata tampak seperti sungguh ada dan benar terjadi, hal ini terlihat sistem
koheresinya sendiri.(Yanti, 2015)
B.
Pengertian Tokoh dan Penokohan
Tokoh
merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa
itu mampu menjalin cerita, atau tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tanpa
tokoh
alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita.
Sedangkan Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan atau melukiskan tokoh
dalam cerita yang ditulisnya.
Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah
pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi (prosa) sehingga peristiwa
itu mampu menjalin suatu cerita yang utuh. Selanjutnya Aminudin mengatakan bahwa
tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra biasanya merupakan rekaan, tetapi
tokoh-tokoh tersebut adalah unsur penting dalam sebuah cerita. Peran pentingnya
terdapat pada fungsi tokoh yang memainkan suatu peran tersebut dapat dipahami
oleh pembaca.(Ratmana & Milawasri, 2017)
Penokohan
& perwatakan merupakan salah satu pelukisan yang berkaitan dengan tokoh
cerita, baik itu dari keadaan lahir ataupun batin yang bisa berubah sikap,
pandangan hidup, adat istiadat, keyakinan, dan lain-lain. Jones mengatakan
(melalui Nurgiyantoro, 2010: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas
tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.(Rifqiya et al., 2013)
C.
Pembedaan Tokoh
Tokoh
merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa
itu mampu menjalin cerita, atau tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tanpa
tokoh
alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita.
Sedangkan Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan atau melukiskan tokoh
dalam cerita yang ditulisnya.
Tokoh
dalam cerita fiksi juga dapat dibedakan atas tokoh utama dan tokoh tambahan
atau pembantu, yaitu:
1.
Tokoh utama,
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam cerita yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian
maupun dikenai kejadian, dengan indikasi/ciri:
·
Tokoh tersebut sering muncul;
·
Tokoh yang sering diberi komentar.
2.
Tokoh tambahan/pembantu,
adalah tokoh yang hanya muncul sedikit dalam cerita atau tidak dipentingkan dan
kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung
ataupun tak langsung dan hanya tampil menjadi latar belakang cerita, dengan indikasi/ciri:
·
Tokoh yang mendukung tokoh utama;
·
Tokoh yang hanya diberi komentar alakadarnya.
Ada
tiga jenis tokoh bila dilihat dari sisi keterlibatannya dalam menggerakan alur,
yaitu:
1.
Tokoh sentral
merupakan tokoh yang amat potensial menggerakan alur. Potensial → mempunyai
potensi, dimana arti potensi adalah sesuatu yang dipandang dapat menghasilkan/
menguntungkan. Tokoh sentral merupakan pusat cerita, penyebab munculnya
konflik.
2.
Tokoh bawahan
merupakan tokoh yang tidak begitu besar pengaruhnya terhadap prkembangan alur,
walaupun ia terlibat juga dalam pengembangan alur itu.
3.
Tokoh latar
merupakan tokoh yang sama sekali tidak berpengaruh terhadap pengembangan alur.
Kehadirannya hanyalah sebagai pelengkap latar, berfungsi menghidupkan latar.
Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, dapat
dibedakan menjadi:
1.
Tokoh protagonis
adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya disebut hero. Ia
merupakan tokoh yang taat norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita
(Altenbernd & Lewis dalam Nurgiantoro 2004: 178). Identifikasi tokoh yang
demikian merupakan empati dari pembaca.
2.
Tokoh antagonis
adalah tokoh yang menyebabkan konflik atau sering disebut sebagai tokoh jahat.
Tokoh ini juga mungkin diberi simpati oleh pembaca jika dipandang dari kaca
mata si penjahat itu, sehingga memperoleh banyak kesempatan untuk menyampaikan
visinya, walaupun secara vaktual dibenci oleh masyarakat.
Berdasarkan
perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
1.
Tokoh sederhana
adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu atau sifat
watak yang tertentu saja, bersifat datar dan monoton.
2.
Tokoh bulat
adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan
kelemahannya. Jadi, ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini.
Berdasarkan
kriteria berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh-tokoh cerita dalam
sebuah novel, tokoh dibedakan menjadi:
1.
Tokoh statis
adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami
perubahan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya
peristiwa-peristiwa yang terjadi (Altenbernd & Lewis, dalam buku Teori
Pengkajian Fiksi 1994: 188).
2.
Tokoh berkembang
adalah tokoh yang cenderung akan menjadi tokoh yang kompleks. Hal itu
disebabkan adanya berbagai perubahan dan perkembangan sikap, watak dan tingkah
lakunya itu dimungkinkan sekali dapat terungkapkannya berbagi sisi kejiwaannya.
Bedasarkan
kemungkinan pencerminan tokoh cerita terhadap sekelompok manusia dalam
kehidupan nyata, tokoh cerita dapat dibedakan menjadi:
1.
Tokoh tipikal
adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan
lebih ditonjolkan kualitas kebangsaannya atau pekerjaannya Altenbernd &
Lewis (dalam Nurgiantoro 2002: 190) atau sesuatu yang lain yang bersifat mewakili.
2.
Tokoh netral
adalah tokoh yang bereksistensi dalam cerita itu sendiri. Ia merupakan tokoh
imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
D.
Teknik Pelukisan Tokoh
Berdasarkan dari pendapat para ahli
diatas, dalam hal ini Nurgiyantoro (1995) juga mengatakan ada dua macam dalam
penggambaran perwatakan secara prosa fiksi yang diantaranya adalah:
1.
Dengan cara eksplositori
Eksplositori biasa disebut dengan
teknik analitis. Teknis analitis itu sendiri merupakan pelukisan atau gambaran
suatu tokoh dalam sebuah cerita yang dilakukan dengan cara memberikan uraian,
deskripsi, ataupun penjelasan yang dilakukan secara langsung. Semua tokoh yang
ada di dalam cerita dihadirkan oleh penulis atau pengarang kepada para pembaca
dengan cara tidak berbelit-belit, melainkan secara langsung dan mengalir begitu
saja dengan disertai beberapa deskripsi berupa sikap, tingkah laku, sifat
watak, ataupun ciri fisiknya tokoh tersebut.
2.
Dengan cara dramatik
Teknik
dramatik ini dilakukan dengan cara tidak langsung. Artinya yaitu si pengarang
tidak secara langsung mendeskripsikan mengenai sifat, tingkah laku, ciri fisik
dan sebagainya melainkan menyampaikan secara eksplisit. Dalam hal ini pengarang
membuat para tokoh yang ada di cerita tersebut menunjukkan kediriannya mengenai
sikap, tingkah laku, sifat watak bahkan ciri fisiknya sendiri melalui beberapa
aktivitas atau kegiatan yang tokoh lakukan, baik itu dengan verbal melalui
kata-kata ataupun secara nonverbal melalui suatu tingkah laku atau tindakan
serta lewat peristiwa yang terjadi dalam cerita.
Dalam menggambarkan teknik dramatik
ini bisa dilakukan dengan beberapa sejumlah teknik yang lain diantaranya yaitu:
a.
Teknik cakapan
Dalam sebuah cerita pastinya akan
ada beberapa percakapan yang dilakukan para tokoh secara langsung. Hal ini
dimaksudkan supaya menggambarkan sifat tokoh yang ada di dalamnya.
b.
Teknik tingkah laku
Teknik tingkah laku ini bersifat
nonverbal. Biasanya apapun yang dilakukan oleh tokoh seperti sikap dan tingkah
lakunya bisa menunjukkan reaksi sifat, tanggapan, serta sikap lain yang
mencerminkan terhadap sifat-sifat kediriannya tokoh tersebut.
c.
Teknik perasaan dan pikiran
Apapun yang dirasakan dan dipikirkan
oleh beberapa tokoh ini akan mencerminkan terhadap sifat kediriannya. Karena
memang pada hakikatnya perasaan dan pikirianlah yang selanjutnya dijawantahkan
menjadi suatu tingkah laku, baik tingkah laku verbal ataupun nonverbal.
d.
Teknik arus kesadaran
Arus kesadaran yaitu suatu teknik
narasi yang diciptakan untuk berusaha menangkap suatu pandangan serta aliran
suatu proses mental pemeran atau tokoh, dimana dalam hal tersebut tanggapan
inderanya bercampur dengan ketidaksadaran maupun kesadaran pikiran, ingatan,
perasaan, harapan, serta asosiasi acak.
e.
Teknik reaksi terhadap tokoh lain
Teknik yang satu ini dimaksudkan
sebagai suatu reaksi masing-masing tokoh terhadap kejadian, keadaan, masalah,
sikap, kata, serta tingkah laku tokoh lain yang dapat berupa berbagai
rangsangan yang berasal dari luar diri tokoh tersebut.
f.
Teknik penggambaran latar
Suasana
latar sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan
suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kedirian tokoh seperti yang
telah diungkapkan dengan berbagi teknik yang lain.
g.
Teknik penggambaran fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan
dengan keadaan kejiwaanya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan
memperhubungkan adanya keterkaitan itu.
3.
Teknik
identifikasi tokoh
Untuk mengenali secara lebih baik
tokoh-tokoh cerita, kita perlu mengidentifikasi kedirian tokoh-tokoh secara
cermat dengan usaha-usaha melalui prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu ;
Prinsip Pengulangan ; Prinsip Pengumpulan ; Prinsip Kemiripan dan Pertentangan.
E.
Teori
Psikologi Sastra
Psikologi
dan sastra sebenarnya dua ilmu yang berbeda satu sama lainnya. Namun diantara
kedua ilmu tersebut nyatanya memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Jika
psikologi berarti mempelajari hal-hal mengenai ilmu kejiwaaan, sastra merupakan
bidang ilmu yang mempelajari karya seni dalam hal tulis menulis. Jika
digabungkan maka psikologi sastra dapat diartikan
sebagai ilmu yang mendalami serta mengkaji karya sastra jika dilihat dari sudut
kejiwaannya. Nah kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai teori psikologi
sastra serta hal-hal yang terkait di dalamnya.
Menurut Wellek dan
Austin (1989), Psikologi sastra memiliki 4 pengertian
di dalamnya, antara lain adalah:
a.
Ilmu psikologi pengarang yang dijadikan
sebagai pribadi atau tipe.
b.
Studi proses kekreatifan.
c.
Studi tipe serta hukum hukum dalam
psikologi yang diterapkan dalam sebuah karya sastra.
d. Dampak
dari sastra kepada para pembaca.
Pendapat dari Wellek
dan Austin ini memang memberikan pemahaman yang luas terkait ilmu psikologi
sastra. Tak hanya berperan di dalam satu unsur saja, namun juga sudah menjadi
satu dengan karya seni.
Menurut Ratna (2004), Psikologi sastra merupakan analisis dari teks yang
lebih mempertimbangkan dari relevansi serta peranna studi psikologisnya. Dapat
dikatakan bila psikologi memiliki peran yang cukup penting untuk menganalisis
karya sastra dari sudut kejiwaannya, entah dari pengarang, pembaca, maupun
tokoh.
F.
Konsep
Umum Psikoanalisis Sastra
Psikoanalisis
adalah istilah khusus dalam penelitian psikologi sastra (Endarswara, 2008 :
196). Artinya, psikoanalisis ini banyak diterapkan dalam setiap penelitian
sastra yang mempergunakan pendekatan psikologis. Berdasarkan pernyataan
tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa psikoanalisis merupakan tombak
dasar penelitian kejiwaan dalam mencapai tahap penelitian yang lebih serius,
khususnya karya sastra dalam hal ini. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna
untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara psikologis.
G.
Teori
Kepribadian
Kepribadian
yang merupakan salah satu dari cabang-cabang psikologi
adalah tingkah laku, ciri ciri khas yang dimiliki setiap individu. Sedangkan
tingkah laku dalam kepribadian memiliki arti yang luas sehingga harus dipahami
lebih lanjut mengenai kepribadian tersebut.
Menurut Theodore George Herbert Mead, Kepribadian merupakan macam macam tingkah laku dalam psikologi manusia yang mengalami perkembangan lewat
pengembangan diri. Perkembangan kepribadian dalam seseorang nantinya akan
berlangsung sepanjang hidup dan menurutnya manusia akan berkembang secara
bertahap lewat interaksi dengan masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat, Kepribadian adalah ciri dan watak yang diperhatikan
seseorang dengan cara lahir, konsistem dan juga konsekuen pada setiap manusia
yang melakukan proses sosialisasi. Proses sosialisasi ini akan berlangsung
seumur hidup manusia dan kepribadian individu akan terbentuk pada tingkah laku
sehingga seorang individu yang mempunyai identitas khusus akan berbeda dengan
orang lain.
Menurut M.A.W.
Brower, Kepribadian merupakan
corak tingkah laku sosial individu yang meliputi keinginan, opini, kekuatan dan
juga dorongan serta perilaku seseorang.
·
Struktur
Kepribadian
Berikutnya, yakni Struktur
Kepribadian yang dimiliki manusia menurut teori Sigmund Freud. Sigmund Freud
adalah pencetus teori Psikoanalisa Klasik yang mendeskripsikan bahwa insting
terpenting manusia adalah Libido, yakni hasrat atau dorongan seksual. Libido
ini bertujuan untuk melestarikan spesies (turunan). Libido ini merupakan energi
psikis yang berupa insting, dan insting ini adalah gerakan atau dorongan yang
berfungsi meredakan ketegangan. Sebagaimana contoh, kalau saya lapar maka saya
akan makan.
Menurut
Freud, manusia memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious),
prasadar (preconcious), dan tak sadar (unconcious). Kemudian pada tahun 1923,
Freud mengembangkan teorinya dengan menambahkan struktur kepribadian guna
menyempurnakan teori sebelumnya. Id (das es), ego (das ich), dan super ego (das
ueber ich).
a.
Id (das es)
Id ini adalah struktur kepribadian
yang asli, dan dibawa sejak lahir (bawaan). Id ini merupakan dorongan primitif
dengan prinsip hanya untuk mengejar kesenangan atau kenikmatan (pleasure
principle). Id ini berusaha untuk memuaskan segala keinginan dan kebutuhan.
Sebagaimana contoh, seorang bayi yang haus atau lapar maka ia akan menangis
hingga kebutuhan tersebut terpenuhi.
Id ini berkuasa sekitas 50 persen
dari 100 persen dibanding ego dan superego. Id ini bersifat tidak sadar.
b.
Ego (das ich)
Setelah sebelumnya dibahas apa itu
Id dan bagaimana perannya, sekarang kita akan melanjutkan pembahasan struktur
kepribadian yang kedua, yakni ego. Ego adalah struktur kepribadian yang
berperan sebagai pemberi keputusan berdasarkan prinsip realita (reality
principle). Ego ini merupakan perkembangan dari Id. Ego ini bersifat rasional,
artinya dapat dipikir secara logika. Tujuan ego adalah menemukan cara yang
realistis dalam rangka memuaskan Id. Fungsi ego yang baik adalah melayani Id
tetapi tidak bertentangan dengan super ego (nilai moral). Apa itu super ego?
c.
Super ego (das ueber ich)
Super ego adalah nilai moral yang
bersifat internalisasi yang berfungsi sebagai patokan. Super ego ini disebut
juga sebagai prinsip idealistik (idealistic principle). Seperti ego, super ego
merupakan perkembangan dari ego. Nilai moral secara universal selalu berkaitan
dengan baik atau buruk dan benar atau salah.
Super ego dengan nilai moralnya yang
bertentangan dengan id dengan prinsip kenikamatan, diantara kedua prinsip
tersebut egolah yang menjadi penengah, yang menjembatani antara keduanya
sehingga peran masing-masing prinsip tersebut berjalan dengan harmonis dan
selaras.
Menurut
Sigmund Freud, ego orang dewasa adalah ego yang telah mencapai kematangan dan
berfungsi dengan baik. Jika ego belum mencapai titik kematangan maka bisa
berkemungkinan id atau super egolah yang berperan.
H.
Metode
Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode deskriptif, sesuai dengan tujuan yang telah
dicanangkan sebelumnya yaitu dalam menganalisis kepribadian tokoh serta teknik
pelukisan tokoh dalam novel Kutukan Tanah
Buton karya Safarudin.
Penelitian deskriptif kualitatif merupakan salah satu dari jenis penelitian yang
termasuk dalam jenis penelitian kualitatif. Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengungkapkan kejadian atau fakta, keadaan, fenomena, variabel dan
keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang
sebenarnya terjadi. Penelitian ini menafsirkan dan menguraikan data yang
bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang
terjadi di dalam suatu masyarakat, pertentangan antara dua keadaan atau lebih,
hubungan antar variable yang timbul, perbedaan antar fakta yang ada serta
pengaruhnya terhadap suatu kondisi, dan sebagainya. Menurut
Nazir (1988), metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antarfenomena yang diselidiki. Sedangkan menurut Sugiyono (2005) menyatakan
bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat
kesimpulan yang lebih luas. Menurut Whitney (1960), metode deskriptif adalah
pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat.
Adapun masalah yang dapat diteliti
dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif ini mengacu pada studi
kuantitatif, studi komparatif (perbandingan), serta dapat juga menjadi sebuah
studi korelasional (hubungan) antara satu unsur dengan unsur lainnya. Kegiatan
penelitian ini meliputi pengumpulan data, analisis data, interprestasi data,
dan pada akhirnya dirumuskan suatu kesimpulan yang mengacu pada analisis data
tersebut.
Bentuk penelitian ini
secara tidak langsung juga mengarah ke beberapa rujukan dalam penafsiran setiap
bagian-bagian pentingnya, salah satunya dengan menggunakan bentuk penelitian
kualitatif yang menekankan pada proses dari produk atau outcome, artinya hasil penelitian kualitatif ini baru diketahui
setelah melakukan analisis lebih lanjut terhadap data-data yang ditemukan pada
novek Kutukan Tanah Buton karya
Safarudin.
Adapun pendekatan yang
digunakan pada penelitian ini yaitu pendekatan psikologi sastra karena
penelitian yang hendak dilakukan yaitu berkenaan tentang kepribadian tokoh
dalam novel Kutukan Tanah Buton karya
Safarudin.
Wellek dan Austin
(1989:90) menjelaskan bahwa psikologi sastra memiliki empat arti. Pertama,
psikologi sastra adalah pemahaman kejiwaan sang penulis sebagai pribadi atau
tipe. Kedua, pengkajian terhadap proses kreatif dari karya tulis tersebut.
Ketiga, analisa terhadap hokum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya
sastra. Dan keempat, psikologi sastra juga diartikan sebagai studi atas dampak
sastra terhadap kondisi kejiwaan daripada pembaca.
Sementara itu, menurut Ratna
(240:350) psikologi sastra adalah analisa terhadap sebuah karya sastra dengan
menggunakan pertimbangan dan relevansi ilmu psikologi. Ini berarti penggunaan
ilmu psikologi dalam melakukan analisa terhadap karya sastra dari sisi kejiwaan
pengarang, tokoh maupun para pembaca.
Dengan kata lain, dapat juga
dikatakan bahwa psikologi sastra melakukan kajian terhadap kondisi kejiwaan
dari penulis, tokoh maupun pembaca hasil karya sastra. Secara umum dapat
diambil kesimpulan adanya hubungan yang erat antara ilmu psikologi dengan karya
sastra.
Tujuan
utama dari psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terdapat
dalam sebuah tulisan. Secara hakiki, karya sastra memberikan cara untuk
memahami perubahan, kontradiksi dan berbagai penyimpangan dalam masyarakat,
terutama dalam kaitannya dengan kondisi kejiwaan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumenter. Teknik studi dokumenter
ini dilakukan dengan cara menelaah karya sastra yang menjadi sumber data dalam
penelitian, sumber data yang digunakan peneliti adalah novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin.
I.
Analisis
Data
Analisis
data adalah penelaahan dan penguraian data sehingga menghasilkan simpulan yang
berupa temuan kepribadian tokoh yang dipengaruhi oleh struktur kepribadian
tokoh yang menggunakan teori Psikoanalisis Sigmund Freud dan teknik pelukisan
tokoh yang digunakan dalam melukiskan tokoh Lakalila, Tenri Ajeng, Fadilah, La
An, dan Aulia sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Analisis yang terdapat
dalam bab ini berdasarkan dari data-data berupa kepribadian tokoh dan teknik
pelukisan tokoh yang terdapat dalam novel Kutukan
Tanah Buton karya Safarudin yang meliputi kepribadian yang dipengaruhi
struktur kepribadian id, ego, dan super ego. Berikut ini merupakan hasil
pemaparannya.
·
Analisis Kepribadian Tokoh Dalam Novel Kutukan Tanah
Buton Karya Safarudin
1.
Tokoh Lakalila
a) Kepribadian yang dipengaruhi Id
“Janganlah
duduk sambil menopang dagu, pemali nak !” nasihat ibunya
“Karena telah ditegur
oleh ibu dan ayahnya, ia segera merubah tempat duduk dan tidak lagi menopang
dagu. Ia tidak menanyakan pada ibu atau ayahnya mengapa pemali, yang
diketahuinya ibu dan ayahnya mengatakan pemali yang berarti jangan dilakukan.”
(Kutukan Tanah Buton, 2018 : 4)
Malam itu Lakalila
sangat bahagia, wajahnya berbinar-binar bagai pucuk kelapa yang baru mekar. Ia
sangat senang dapat berjumpa dengan kekasihnya yang sebentar lagi akan menjadi
istrinya. Kecantikannya telah mengukuhkan niatnya untuk hidup bersamanya.
Tatapan Tenri Ajeng bagaikan tatapaj bidadari yang turun dari khayangan.
Tatapan serta senyum manisnya telah tertanam diingatannya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 6-7)
Dari kutipan
diatas menggambarkan tokoh Lakalila yang selalu patuh atas perintah kedua orang
tuanya, tak ada sedikitpun protes darinya atas apa yang diperintahkan oleh
orang tuanya, karena yang ia ketahui bahwa perintah orang tua adalah suatu hal
yang harus segera dilakukan. Selain itu dari kutipan diatas juga tergambar
tokoh Lakalila yang memiliki sisi penyayang, ungkapan rasa bahagian yang hadir
ketika sang pujaan hatinya datang menjumpainya, membuat perasaan Lakalila
seketika begitu bahagia. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Lakalila
adalah penurut dan penyayang. Jadi, id
yang dimiliki oleh tokoh Lakalila adalah selalu patuh terhadap perintah orang
tuanya dan juga memiliki sisi penyayang pada seseorang yang ia cintai.
b)
Kepribadian yang dipengaruhi Ego
Melihat kondisi
putrinya yang baik-baik saja, Pallawaruka sangat berterima kasih pada Lakalila.
“Terima kasih atas tanggung jawabmu menjaga putriku”
Lakalila menunduk
pertanda menerima ucapan terima kasih dari Pallawaruka. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 12)
Duduklah Lakalila di
kursi kayu depan rumah makan sambil memperhatikan kesibukan para warga yang
menjajakan jualan mereka kepada pembeli.
“Kau tidak apa-apa?”
tanya Lakalila pada seorang perempuan yang tersandung jatuh didepan warung
makan tepat dihadapan ia duduk.
“Iya
tidak apa-apa” sambil berusaha mengumpulkan barang belanjaannya.”
“Biar
aku bantu” kata Lakalila
“Terima
kasih” kata perempuan itu. (Kutukan Tanah
Buton, 2018 : 15)
Kutipan menggambarkan tokoh
Lakalila yang dimana ia sangat memegang teguh sebuah janji yang telah ia
ucapkan, ia berjanji pada ayah Tenri Ajeng yaitu Pallawaruka untuk menjaga
anaknya saat ia hendak mengajak Tenri Ajeng jalan-jalan, dalam hal ini Lakalila
berani memegang kata-katanya untuk dapat melaksanakan dari apa yang telah ia
ucapkan. Selain itu tokoh Lakalila juga sangat baik saat menolong seorang gadis
yang tersandung didepannya dengan atau tanpa melihat siapa dia. Berdasarkan
kutipan diatas kepribadian tokoh Lakalila adalah dapar dipercaya dan baik hati
atau penolong. Jadi, ego yang
dimiliki tokoh Lakalila adalah ia sangat memegang teguh janji yang telah ia
ucapkan atau dengan kata lain ia mampu menjaga kepercayaan orang lain terhadap
dirinya, juga sangat baik dengan menolong seorang wanita yang ia lihat jatuh
tepat didepan matanya.
c)
Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Janganlah karena kecantikan kau lupa
tanggung jawabmu terhadap negerimu, korbankanlah jiwamu demi negerimu, jangan
korbankan jiwamu demi cinta, karena wanita jurang kebinasaan, bila kau tak
beriman!”
“Walaupun
teluk Lawele dan teluk Kalisusu bertemu, cintaku padanya tak akan pernah
berubah.” (Kutukan Tanah Buton, 2018
: 24)
“Aku
mencintai mereka berdua ayah, aku akan menikahi mereka”
“Calon istrimu tak akan
menerima sikapmu itu, mereka akan berkata apa nanti bila sikapmu masih tetap
seperti itu”
“Biarlah mereka
berkata, aku tak terusik dengan itu”
“Walaupun harga dirimu
dihina ?”
“Walaupun harga diriku
dihina!”
“Jangan pernah abaikan
perasaan orang tuamu dan harga diri negerimu”
“Aku tak peduli. Demi
cintaku, apapun akan kulakukan. Meski kematian sekalipun” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 25)
“Sejak kapan ada aturan
seperti itu. Sejak kapan kamu membuat aturan itu, apakah dengan ayahku atau
dengan siapa, katakan!” bentak Lakalila
“Sudah mencuri tak mau
mengalah lagi”
“Apa yang kau katakan!
coba kau katakan lagi jika kau berani mati disini, katakan!” bentak Lakalila
disampingnya
“Pencu...”
Sebelum selesai
dikatakan oleh orang tua itu, Lakalila telah meninju mulutnya. Jatuh
tersungkurlah orang tua itu disemak-semak samping jalan setapak. Berlarilah
para warga yang berdekatan kebun dengan orang tua itu, ada yang memegang
Lakalila, ada yang membantu orang tua itu berdiri.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 46-47)
Kutipan novel diatas
menggambarkan tokoh Lakalila yang didalam benaknya begitu mencintai Tenri Ajeng
dan juga Fadilah, rasa cintanya pada kedua wanita itu membuat Lakalila tak
ingin melepasnya dan hendak menikahi mereka berdua meskipun hal itu adalah mustahil,
beberapa orang mungkin berpendapat bahwa itu adalah kurang baik jika
menggunakan persepsi bahwa akan ada pihak yang dirugikan, akan tetapi jika
cinta telah berkata, apapun itu pasti akan dilalui. Selain itu kutipan diatas
juga menjelaskan bahwa sesuatu yang pantas untuk dibela, tak boleh
ditahan-tahan, hak yang seharusnya dituntut jangan timbul atau segan untuk
menghakiminya selama itu benar, tokoh Lakalila dengan berani melontarkan
tinjunya pada wajah orang tua itu karena suatu hal yang sudah semestinya ia
bela. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Lakalila adalah seorang yang
setia dan pemberani. Jadi, super ego
yang dimiliki oleh tokoh Lakalila adalah ia hendak menunjukkan bahwa cinta
sejati itu adalah sesuatu yang mesti diperjuangkan entah apapun tantangan yang
akan dihadapinya, juga keberanian dalam menegakkan suatu keadilan semestinya
haruslah dilakukan.
2.
Tokoh Tenri
Ajeng
a)
Kepribadian yang dipengaruhi Id
“Sungguh keindahan yang
sangat menakjubkan. Hutan yang begitu lebat dengan dedaunan yang begitu hijau
serta gemercik air yang mengalir menyatu dengan suara kicauan burung membuat
hati ini terasa damai. Dimana lagi aku akan mendapatkan keindahan alam seperti
ini, kalau bukan ditempat ini” kata Tenri Ajeng sembari menatap Lakalila. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 7)
Tenri Ajeng berbalik
menatap Lakalila dengan ekspresi
membutuhkan maksud kekasihnya.
“Semua manusia akan
kembali pada-Nya”
“Semoga Tuhan memberi
waktu pada kita untuk hidup bersama lebih lama” jawab Tenri Ajeng (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 8)
“Kita harus ke pondok
itu” dengan berlari menuju pondok dengan menggenggam tangan kekasihnya. Dari
pondok itu mereka dapat melihat teluk Kamaru dan teluk Kalisusu. Tak luput pula
aspal Lawele. Butiran-butiran hujan masih memukul-mukul atap pondok yang
terbuat dari daun rumbia, membuat pndengaran sedikit terganggu. Cuaca menjadi
gelap, seakan malam telah beranjak.
“Aku takut” kata Tenri
Ajeng
“Jangan takut, aku akan
menjagamu. Kamu harus hangat, jangan kedinginan” jawab Lakalila dengan segera
memeluk Tenri Ajeng. (Kutukan Tanah Buton,
2018 : 10-11)
Kutipan novel diatas
menggambarkan tokoh Tenri Ajeng yang melampiaskan perasaan kagumnya pada
indahnya negeri kekasihnya. Ia hendak merefleksi dirinya pada indah suasana
saat itu bersama seorang lelaki yang juga ia cintai. Pada kutipan selanjutnya
tokoh Tenri Ajeng menyatakan dengan jelas perasaan cintanya pada lelaki idamannya,
janji yang ia ucapkan itu seakan mewakili seluruh perasaannya saat itu.
Selanjutnya, dalam kutipan diatas tokoh Tenri Ajeng juga menyatakan perasaan
takutnya pada suatu kondisi dimana sebenarnya ia saat itu membutuhkan Lakalila.
Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Tenri Ajeng adalah penyayang dan
penakut. Jadi, id yang dimiliki tokoh
Tenri Ajeng adalah ia begitu mencintai Lakalila yang merupakan seorang lelaki
yang dijodohkan dengannya, ia pun telah mengucapkan sebuah pinta tuk hidup
lebih lama lagi bersama lelaki yang ia cintai dan juga tergambarkan bahwa Tenri
Ajeng adalah seorang yang penakut.
b)
Kepribadian yang dipengaruhi Ego
“Kami tidak melarang kalian berteman, tapi
kami akan melarang jika kalian melebihi dari sekedar teman, karena itu tak akan
pernah terjadi” kata ibu Aulia
Tiba-tiba ibu Aulia
berkata sepeti itu, membuat La An dan Aulia kaget. Aulia mendekati Ajinya dan
memegang tangannya. Pak Aji melihat mutiara hatinya itu, diperhatikan putri
kesayangannya itu dengan kasih sayang, begitupun ditatapnya istrinya dengan
senyum dibibirnya. Pak Aji memperbaiki songkonya yang berwarna putih itu,
merapikan selendangnya, lalu melihat ke depan.
“Apa salahnya cinta
bila telah tumbuh dihati keduanya. Yang harus diperhatikan adalah akhlaknya, apakah
akhlaknya baik atau tidak. Jika baik maka itulah menantu yang diharapkan setiap
orang tua”
“Tidak bisa Aji” kata
ibunya Aulia (Kutukan Tanah Buton,
2018 : 188)
“Kekayaan dapat ku cari
bu Aji” kata La An
“Diam kamu!” bentak ibu
Aulia pada La An
Aulia kaget begitupun
ayahnya melihat ibunya membentak La An. Aulia hanya dapat menangis didepan
ibunya dan ayahnya.
“Kamu sudah bisa pulang
besok, karena aku tak mau melihatmu berada disini” kata ibu Aulia. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189)
Kutipan diatas menggambarkan
tokoh Tenri Ajeng yang dalam konteks ini telah menjadi ibu dari Aulia, memiliki pendapat bahwa tidak seharusnya
anaknya bertemu dengan La An yang merupakan anak dari Lakalila, yaitu pemuda
yang pernah meinggalkannya dan melupakan janjinya. Tokoh Tenri Ajeng juga
menunjukkan amarahnya yang menyatakan bahwa sebenarnya ia tidak setuju antara
kedekatan puti semata wayangnya dengan La An yang ia anggap bahwa itu sangat
tidak baik. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Tenri Ajeng adalah
pemarah. Jadi, ego yang dimiliki
tokoh Tenri Ajeng adalah pemarah, dan mejaga serta tidak ingin melihat anaknya
sengsara sama seperti dirinya dimasa lalu, seperti kisah cintanya dengan
Lakalila yaitu ayah dari La An.
c)
Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Maafkan Aji sayang,
carilah pria lain. Kamu tak akan bahagia bila hanya bermodalkan cinta” sambil
memeluk anaknya satu-satunya itu. (Kutukan
Tanah Buton, 2018 : 189)
“Apa salah kami haji.
Apakah salah jika kami saling mencintai”
“Iya salah besar!”
katanya ibu Aulia.
“Kami saling mencintai
bu, aku sangat mencintai Aulia”
“Apa! aku sangat tidak
terima, Aulia mencintai laki-laki yatim dan tak memiliki apa-apa” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189)
“Semua ini karena
kesalahan orang tuamu, pergi kau dari sini!” bentak Tenri Ajeng kepada La An.
La An tak mengerti
maksud pembicaraan ibunya Aulia, dia tak menghiraukannya, yang dipirannya
bagaimana keadaan Aulia. Sementara Aulia telah dibawa dirumah sakit oleh
ayahnya. La An mau ikut mengantar Aulia ke rumah sakit tapi dilarang keras oleh
ibunya Aulia. Dia hanya dapat melepas Aulia dengan pandangan mata menyertai
kepergiannya didalam mobil ke rumah sakit.
“Pokoknya besok kamu
harus pulang. Aulia telah salah memilihmu!” kata ibunya Aulia dengan tatapan
tajam menatap La An.
“Apa salahku bu, apakah
salah aku mencintai Aulia? ”
“Banyak kesalahanmu!”
bentak ibunya Aulia kepadanya lalu memasuki mobil menuju rumah sakit. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 189-190)
Dari kutipan novel
diatas `menggambarkan tokoh Tenri Ajeng yang tidak ingin anaknya mengalami
nasib yang sama dengannya seperti dimasa lalu saat dirinya bersama Lakalila
yang merupakan ayah dari La An, tokoh Tenri Ajeng pun bersikeras melakukan
penolakan untuk menjaga anaknya dari seorang lelaki yang kiranya nanti akan
menyakiti hati anaknya seperti yang ia alami dimasa lalu. Berdasarkan kutipan
diatas kepribadian tokoh Tenri Ajeng adalah perhatian. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh Tenri
Ajeng adalah perhatian pada masa depan anaknya, ia juga mengkhawatirkan akan
apa jadinya jikalau anaknya menjalin hubungan dengan anak dari laki-laki yang
pernah menyakiti dirinya.
3.
Tokoh Fadilah
a)
Kepribadian yang dipengaruhi Id
Tibalah waktu subuh,
hanyalah kesunyian yang hening, bergegaslah Lakalila, diletakkannya secarik
kertas diatas tempat tidurnya. Perlahan-lahan dia mengayunkan langkah kakinya
agar lantai papan rumah tidak berbunyi, setelah keluar rumah dia mempercepat
langkahnya, tiga kali dia berbalik melihat rumah yang ditinggalkannya itu,
pedih rasanya akan tetapi demi cintanya apapun akan dilakukannya.
“Aku takut menjadi anak
durhaka, berat hatiku meninggalkan rumah dan nenekku” isak tangis Fadilah
dihadapan pemuda yang dicintainya. (Kutukan
Tanah Buton, 2018 : 32)
“Fadilah menangis
sambil memeluk anaknya, ia terharu atas keinginana La An dan semangatnya untuk
kuliah.
“Makasih bu, ini semua
atas doa ibu. Tanpa doa ibu semua ini tak akan terjadi, sekali lagi terima
kasih bu” kata La An dipelukan ibunya.
“Iya nak. Doa ibu
selalu yang terbaik untukmu” (Kutukan
Tanah Buton, 2018 : 111)
Kutipan diatas
menggambarkan tokoh Fadilah yang sungguh takut jika tindakannya itu akan
berujung pada hal-hal yang membuat neneknya kecewa dengan apa yang telah ia
lakukan, ia pun menyucurkan air matanya akan apa yang telah ia lakukan, disisi
lain kasih sayang Fadilah juga tercurahkan selalu pada anaknya yaitu La An, doa
dan dukungannya selalu menyertai anaknya itu. Berdasarkan kutipan diatas
kepribadian tokoh Fadilah adalah penyedih. Jadi, id yang dimiliki tokoh Fadilah adalah kesedihan Fadilah karena ia
takut akan perbuatannya itu yang menjadikannya anak durhaka, juga suatu
kesedihan atas dasar bahagia karena melihat anaknya menjadi seseorang yang
dapat mencapai tujuan serta impiannya.
b)
Kepribadian yang dipengaruhi Ego
“Jika kamu bermain
bersama Putri harusnya kamu mengalah”
“Kenapa harus mengalah
bu ?”
“Putri kan seorang
perempuan, kamu seorang laki-laki, dan laki-laki itu adalah pelindung, maka
kamu harus melindungi Putri”
“Oh begitu ya bu, iya!
aku akan melindungi putri” jawab La An dengan wajah polosnya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 60-61)
Seusai mandi dan makan,
ibunya berkata “Anakku apakah ada keinginanmu untuk kuliah ?” La An tidak
menjawab malah balik bertanya “Memangnya ada apa bu ?”. “Rapat tadi disekolah
membicarakan progam beasiswa bidikmisi. Programnya sangat bagus tapi ibu
sedikit khawatir Nak”. “Memangnya kenapa bu dengan beasiswa bidikmisi itu ?”.
“Pertama berkas kalian dikirim melalui internet dan semua siswa yang dikiim
berkasnya harus melengkapi administrasi”. “Berapa bu administrasinya ?”. “Mahal
Nak. Kita tak memiliki uang sebanyak itu sekarang”, “Oh begitu yah bu”, “Iya
Nak, kamu bersabarlah dulu, jika ada rezeki pasti kamu ikut tahun depan”, “Iya
bu” jawabnya. (Kutukan Tanah Buton,
2018 : 92)
Kutipan diatas
menggambarkan tokoh Fadilah yang selalu memberi nasihat pada anaknya bahwa
seharusnya laki-laki itu adalah pelindung bagi perempaun, begitu nasihat yang
ia sampaikan pada anaknya, selain itu tokoh Fadilah memiliki sosok yang
seringkali ragu dengan apa yang akan terjadi, seakan dirinya ragu tuk melangkah
kedepan sebelum merasakan apa yang akan diperolehnya kemudian. Berdasarkan
kutipan diatas kepribadian tokoh Fadilah adalah penasehat dan pesimis. Jadi, ego yang dimiliki tokoh Fadilah ia
selalu memberi nasihat kepada anaknya,salah satunya yaitu seorang laki-laki
yang harus melindugi perempuan, juga salah satu sikap yang sering ditunjukkan
oleh Fadilah yaitu rasa ketakutannya yang muncul pada suatu hal yang belum
pasti kedepannya akan seperti apa atau dengan kata lain pesimis.
c)
Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Ibu minta maaf Nak.
Keinginanmu itu sepertinya akan sulit didapatkan” jawab ibunya.
Mendengar jawaban
ibunya membuat dirinya putus asa. Tak tahu lagi hendak kemana dan seperti apa
kedepannya.
“Jangan memaksakan
keadaan Nak. Bersabarlah dulu, umurmu juga masih muda, masih panjang
perjalananmu. Tidak baik memaksakan kehendak.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 83)
Kalau kamu sudah lapar
buka bekalmu baru makan jangan kamu malu karena dikota itu orang-orang sibuk
dengan urusan mereka sendiri, mereka tidak akan memperhatikanmu saat makan”,
Kata Fadilah pada anaknya. Fadilah sangat mengetahui betul sifat anaknya itu
yang pemalu bila makan ditempat keramaian.
“Iya bu” jawab La An.
“Ibu sudah siapkan
pakaian yang kamu bawa dan juga perlengkapan mandimu, coba cek kembali sepatumu
apakah sudah dikemas atau belum” kata ibunya sambil memasukkan beras merah
didalam lapa-lapa dan mengikatnya.
“Sudah bu”
“Berkas-berkasmu
perhatikan kembali jangan sampai ada yang tercecer atau dilupa”
“Iya bu” jawab La An
sambil berdiri menuju kamar memeriksa berkas-berkasnya yang akan dibawanya ke
Kendari. Lalu setelah itu aku balik kembali ke dapur menemui ibu.
“Sudah semua bu”
katanya.
“Baguslah” jawab ibu. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 97-98)
Kutipan diatas menggambarkan
tokoh Fadilah yang selalu menasihati anaknya untuk selalu sabar dalam
menghadapi rintangan hidup, juga sebagai seorang ibu yang perhatian dengan
kehidupan anaknya. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Fadilah adalah
penyabar dan perhatian. Jadi, super ego
yang dimiliki tokoh Fadilah adalah selalu menanamkan kesabaran dalam diri
anaknya melalui nasihat-nasihat yang ia berikan pada anaknya, selain itu tokoh
Fadilah merupakan tokoh yang begitu perhatian pada anaknya.
4.
Tokoh La An
a)
Kepribadian yang dipengaruhi Id
Dengan tatapan
lembutnya dan suara paraunya itu ibunya selalu menasihatinya untuk selalu
mengingat pesan ayahnya bahwa “Janganlah terpesona akan keindahan karena belum
itu tak memiliki duri”, dengarkanlah nasihat-nasihat ayahmu agar dirimu menjadi
anak yang berbakti pada orang tua. Niatku yang begitu kuat terpaut dalam hatiku
berbisik “Apakah keinginanku ini adalah niat yang didorong oleh hawa nafsu yang
tidak baik ?”, tapi pertanyaan itu tak berani kutanyakan kepada ibu karena aku tahu
ibu akan marah apabila aku mempertanyakan hal itu.
Dalam hati kecilku
berbisik “Sebagai anak aku sudah seharusnya patuh pada nasihat orang tuaku agar
aku tak menjadi salah satu anak yang di Batata
oleh orang tuanya di Tolando Batuaso
dan Tolando Tampuno Timara karena
cinta.” (Kutukan Tanah Buton, 2018 :
58-59)
...”Ibu aku pergi dulu,
assalamualaikum!”
“Walaikumsallam” jawab
ibunya dari dapur.
Seperti biasa La An
pasti berteriak memanggil putri untuk ke sekolah bersama-sama.
“Putriiiiii.....!”
“Iya tunggu” terdengar
suara Putri dari dalam rumahnya.
“Cepat”
“Iya, iya” tiba-tiba
Putri sudah berada didepannya.
Begitulah setiap saat
jika ke sekolah, pasti La An berteriak memanggil sahabat kecilnya. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 63)
“Putri kerjakan dengan
dengan saya punya”
“Iya” jawabnya.
Setiap yang dikerjakan
Putri pasti nilainya bagus. Akhirnya, semua tugas La An dikerjakan Putri (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 63)
“An ambil minadawa yang ada diatas meja yang ibu
simpan untukmu” kata ibunya.
“Siapa yang membuatnya
bu ?”
“Ibunya Putri, tadi
Putri yang membawanya”
“Oh iya bu” diambilnya
lalu dicampur dengan nasinya, rasanya begitu nikmat. (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 72)
Dari kutipan diatas
menggambarkan dengan jelas bahwa tokoh La An ini sangat patuh dengan apa yang
menjadi perintah kedua orang tuanya sebagai seorang anak agar tidak ditimpa Batata dikarenakan cinta, selain itu
kutipan diatas juga menggambarkan tokoh La An yang begitu semangat saat
mengawali harinya utamanya ketika hendak pergi kesekolah sembari berteriak
memanggil Putri sahabat kecilnya, selajutnya tokoh La An juga ternyata merupakan
seorang yang pemalas dimana pada kutipan diatas La An meminta Putri untuk
mengerjakan tugas sekolahnya karena ia tahu Putri adalah anak yang selalu
mendapat nilai yang baik dikelasnya, juga tak lupa selera makan La An yang
begitu mencolok lewat sebuah kutipan pada novel dimana sat itu La An diberikan minadawa oleh ibunya Putri yang langsung
ia santap bersama nasi sebagai hidangan makannya kala itu. Berdasarkan kutipan
diatas kepribadian tokoh La An adalah penurut, periang, pemalas, dan seorang
pemakan. Jadi, id yang dimiliki tokoh
La An adalah ia selalu menuruti setiap perintah orang tuanya karena ia takut
kalau dirinya nanti dikena Batata, ia
juga merupakan seorang anak yang periang utamanya ketika sedang bersama sahabat
kecilnya yaitu Putri, tidak lepas dari hal-hal itu tokoh La An ternyata seorang
yang pemalas, juga dengan selera makan yang yang cukup baik.
b)
Kepribadian yang dipengaruhi Ego
La An lalu berdiri, dia
mengambil tas ranselnya lalu mengajak putri untuk pulang ke rumah.
“Ayo kita pulang, aku
harus mengganti atap dapur yang sudah bocor”
“Aku bantu yah,
mengambilkan atap dan memberikanmu dari bawah”
“Tidak usah, kamu kan
perempuan, aku malu bila menyuruh perempuan bekerja, lagian kamu harus
membersihkan juga dirumahmu, nanti ibumu marah jika melihat rumahmu berantakan”
“Baiklah kalau begitu”
(Kutukan Tanah Buton, 2018 : 72)
Lalu bapak wali kelas
itu sekaligus wakil Kepala Sekolah itu tidak bertanya lagi. Dia membuka-buka
lembaran buku yang dipegangnya dengan tatapan yang serius. Diperhatikan betul-betu
lembaran buku itu. La An hanya diam sambil mempertemukan tangannya dan
memain-mainkan jarinya.
“La An!”
“Iya pak!” jawabnya
secepat kilat.
“Apa rencanamu setelah
lulus ?”
“Tes pak”
“Tes apa!”
“Tes tentara pak”
“Tidak ada keinginan
untuk kuliah” ia bertanya sambil terus membuka lembaran buku yang dipegangnya.
“Tidak pak”
“kenapa ?”
“Tidak ada uang pak”
“Terus tes tentara
tidak pakai uang”
“Pakai pak”
“Apa bedanya dengan
kuliah ?”
“Kalau tes tentara,
satu kali pakai uang tapi kalau kuliah....” wali kelas itu tersenyum mendengar
jawabannya. (Kutukan Tanah Buton,
2018 :86-87)
Ditariknya napasnya
dalam-dalam lalu dihembuskannya agar pikirannya menjadi jernih. Mulailah
diangkainya kata demi kata sebaik mungkin agar maksudnya dapat tersampaikan
kepada Aulia. Tak henti-hentinya dibaca berulang-ulang kali pesannya itu.
Dengan modal nekat dia mengirim pesan itu. Pesan itu diturutkan doa. Balasan
pesan itu tak disangka-sangka dapat menenangkan hatinya. Dia bergegas ke tugu
kampus menemui Aulia yang sementara melakukan diskusi organisasinya.
Dipendamnya rasa malu
itu, berharap semoga tindakannya itu tidak salah. Semakin mendekati tugu
semakin berat kakinya melangkah.
“Biar aku yang ke situ”
tiba-tiba pesa aulia masuk dan berkata seperti itu.
“Dimana ?”
“Ditempatmu sekarang” (Kutukan Tanah Buton, 2018 :147)
kutipan diatas
menggambarkan tokoh La An yang dimana ia tidak ingin melihat Putri kesusahan
ketika hendak menemani dirinya untuk mengganti atap dapur yang bocor karena
anggapannya bahwa itu adalah pekerjaan laki-laki, kutipan selanjutnya
menggambarkan tokoh La An yang begitu tanggap dalam menjawab pertanyaan wali
kelasnya tentang apa yang akan ia lakukan ketika telah lulus nantinya dan
tentunta tujuan La An adalah ingin tes tentara, kutipan berikutnya
menggambarkan tokoh La An yang merasa terpaksa untuk meminjam uang Aulia
sebagai keperluan pembayaran buku yang dibelinya dari dosen. Berdasarkan
kutipan diatas kepribadian tokoh La An yaitu bijak, percaya diri, dan pemalu.
Jadi, ego yang dimiliki tokoh La An
adalah ia tidak ingin menimpakan apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang
laki-laki kepada perempuan, ia juga begitu percaya diri dengan apa yang telah
menjadi tekadnya yaitu hendak mengikuti tes tentara, selanjutnya tokoh La An
juga terkesan pemalu saat hendak meminjam kepada Aulia karena ia takut jikalau
tindakannya itu salah.
c)
Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
Dengan ragu-ragu La An
membawa tugasnya pada ibunya.
“Betul ini hasil
kerjamu sendiri ?”
La An hanya terdiam.
Dia tidak mau berbohong pada ibunya, karena berbohong adalah dosa besar apalagi
kepada orang tua.
“Jawab ?”
“Bukan bu, itu hasil
kerja Putri” dengan nada terbata-bata
“Mulai sekarang kamu
harus belajar kerjakan sendiri tugasmu, ibu akan memarahi Putri jika
mengerjakan tugasmu lagi”
“Jangan bu, saya janji
akan mengerjakan sendiri tugasku” (Kutukan
Tanah Buton, 2018 : 63-64)
“Pulanglah duluan nak,
demi kebaikan kita semua”
“Kami saling
mencintai!, apakah karena harta cinta kami tidak direstui ?”
“Bila betul kamu
mencintai Aulia, maka kamu harus berkorban demi kebaikannya, karena bila ibunya
jatuh sakit, Aulia juga akan sakit karena Aulia sangat menyayangi ibunya,
apakah kamu mau melihat Aulia sakit terus-menerus ?”
La An hanya terdiam,
dia tak mungkin bisa melihat Aulia jatuh sakit, apalagi mendengar Aulia
menjerit kesakitan.
“Besok kamu sudah bisa
pulang, bapak dan ibu haji tidak membencimu tetapi ini demi kebaikanmu dan
kebaikan Aulia”
“Aku tak bisa
meninggalkan Aulia, sebelum aku tahu keadaannya”
“Aulia sekarang
baik-baik saja”
“Aku tak bisa mencintai
wanita lain, hatiku telah kuberikan seutuhnya pada Aulia, wanita yang sangat
kucintai didunia ini.” (Kutukan Tanah
Buton, 2018 : 190-191)
Pagi itu aku tidak ke kampus, aku memilih berada di kos seharian seperti
cewek yang mengurung dirinya dikamar. Ternyata mengurung diri disuatu tempat
yang tertutup dengan ditemani segudang masalah rasanya aku akan gila, beberapa
kali aku berbicara sendiri dan menertawai diriku sendiri, mungkin juga
orang-orang disamping kamar kosku akan heran mendengarkan aku berbicara sendiri
dan tertawa sendiri, ternyata gila itu menyenangkan karena kita akan bebas
melakukan apa saja, hanya saja penampilan dan cara berpikir kita dianggap kotor oleh orang
lain yang melihatnya, tak diterima oleh akal sehat manusia yang waras tapi
apakah yang waras sana sudah sehat pula akal pikiran mereka, belum tentu.
Jika saja aku tak mengingat ibuku mungkin aku sudah akhiri hidup ini.
Memang buah itu jatuh tak jauh dari pohonnya, tapi aku tak mau menjadi buah
itu. Seorang ayah yang menikah lagi dengan wanita lain bagiku cintanya tak
seteguh pohon yang menghasilkan buah itu, cintanya mudah dibagi bahkan dicaci,
aku tak bisa seperti itu, aku tak mau menjadi buah yang jatuh tapi aku mau
menjadi pohon yang menghasilkan buah. Jika pohonnya baik dan sehat maka buah
yang dihasilkan pula baik & sehat. (Kutukan
Tanah Buton, 2018 : 213-214)
Kutipan diatas menggambarkan tokoh La An berusaha untuk tidak berbohong
pada ibunya atas tugas yang telah dikerjakannya, bahwasannya tugas itu bukan
murni dia yang kerjakan tetapi hasil pekerjaan Putri, La An merasa sangat
khawatir jika Putri kembali mengerjakan tugasnya, karena jika itu terjadi itu
terjadi ibu La An tidak segan-segan untuk memarahi Putri, akhirnya La An
berjanji untuk mengerjakan tugasnya dengan usahanya sendiri. Kutipan novel
selanjutnya menggambarkan bahwa tokoh La An tidak ingin cinta yang telah ia
bangun runtuh seketika, ia tetap ingin memperjuangakan cintanya pada Aulia
meski kedua orang tuanya tidak merestui hubungan mereka, kutipan berikutnya menggambarkan
tokoh La An yang begitu terpukul ketika menerima undangan pernikahan Aulia,
seketika teras hidupnya tidak berarti lagi, tak ada aktivitas yang ia lakukan
saat itu, hanya diam didalam kamar kos dan meratapi nasibnya yang ditimpa oleh
banyak permasalahan. Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh La An adalah
jujur, setia, seorang yang sedang frustrasi dan stres. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh La An
yaitu ia tidak ingin sekali-kali berkata bohong pada ibunya karena berbohong
adalah dosa besar yang dilakukan pada orang tua, juga pada saat itu La An yang
berjuang untuk mempertahankan cintanya meski kedua orang tua Aulia tak merestui
hubungan mereka, kutipan yang terakhir memperlihatkan kondisi psikologis La An
yang begitu terpukul dan tidak terima pada apa yang ia terima hari itu yaitu
berupa surat undangan pernikahan, dirinya begitu frustrasi dan stres dengan
permasalahan yang ia alami saat itu.
5.
Tokoh Aulia Nur
Maharani (Aulia)
a)
Keribadian yang dipengaruhi Id
Rak-rak buku yang
berjejer dengan rapi, mulailah dikelilingi oleh La An dan Aulia mencari buku
bacaan politik lokal. Aulia sudah melihat judul buku itu, tapi tidak bisa
mengambilnya karena terletak ditingkat rak paling atas. Dilompat-lompatinya
untuk mengambil buku itu, La An segera menghampiri suara sepatu itu, dilihatnya
Aulia yang melompat-lompat berusaha mengambil sesuatu, didekatinya lalu
mengambil buku itu, tak sadar Aulia berbalik dan menabrak badan La An, karena
takut agar Aulia tidak jatuh La An segera memeluk Aulia dengan erat. Bertemulah
dada mereka, sementara bibir La An dan Aulia saling bertemu, detak jantung
keduanya tak beraturan berdetak, La An merasakan betul dadanya berada diatas
gunung Bente dan gunung Bori-Bori yang tak pernah akan berpisah selama-lamanya.
Keempukan gunung itulah yang membuat jantungnya seakan ingin keluar dari rongga
dadanya.
Keduanya tersentak
berdiri dengan baik, sambil salah tingkah, keduanya melihat kiri kanan yang
disertai gerak bada mereka.
“Maaf, maaf” kata La An
sambil salah tingkah.
“Iya” jawab Aulia
dengan posisi salah tingkah pula.
“Ini bukunya” La An
menyodorkan buku bacaan yang dicarinya
“Makasih An’
“Iya sama-sama” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 138-139)
Dilihatnya wajah
kekasihnya, bicaranya sangat serius, barulah dia menanggapi serius pembicaraan
kekasihnya.
“Ada apa sayang.
Mengapa dirimu berkata seperti itu ?”
Aulia hanya tertunduk
dan mengusap air matanya, melihatnya seperti itu dia semakin penasaran.
“Ibuku menyuruhku
pulang” kata Aulia singkat.
“Mungkin ibumu sudah
merindukanmu, apalagi kamu anak bungsu sayang wajarlah jika ibumu merindukanmu”
“Aku tak mau pulang,
jika tak bersamamu” kata Aulia sambil menatap La An. Dilihatnya tatapan
kekasihnya itu sangat teduh dan penuh harap
agar dia mengiyakan keinginannya”
“Iya sayang” jawabnya.
(Kutukan Tanah Buton, 2018 : 167)
Kutipan diatas
menggambarkan tokoh Aulia yang menerima perasaan yang malu-malu bercampur
deg-degan kala badan Aulia dipeluk oleh La An, karena La An yang takut jangan
sampai Aulia terjatuh saat sedang berusaha mengambil buku yang dicarinya itu,
selain itu disisi lain kutipan diatas juga menggambarkan tokoh Aulia yang ingin
segera menemui ibunya yang telah amat rindu kepadanya, tak mampu ia membendung
semua itu sehingga tangisannya muncul ketika itu. Berdasarkan kutipan diatas
kepribadian tokoh Aulia adalah pemalu dan penyedih. Jadi, id yang dimiliki tokoh Aulia adalah perasaannya yang malu-malu
tertuang saat dirinya dan La An saling berpelukkan secara tidak sengaja yang
membuat dada La An dan Aulia saling berdempetan, pun juga tokoh Aulia yang
begitu merindukan ibunya yang menginginkannya untuk segera pulang kekampungnya
yaitu Makassar bersama La An.
b)
Kepribadian yang dipengaruhi Ego
“Kamu sudah berwudhu?”
“Belum”
Aulia menatapnya,
menginginkan alasannya.
“Aku lupa membawa air,
tapi sebentar aku bertayamum saja”
“Ini” kata Aulia
sembari menyodorkan sebotol aqua berukuran besar miliknya yang kemasannya masih
utuh.
“Pakailah air milikku”
“Jika aku yang gunakan,
lalu kamu pakai apa ?” tanya La An padanya, akan tetapi Aulia hanya tersenyum
menatapnya. Akhirnya La An mengagguk pertanda mengerti.
“Kalau begitu aku
berwudhu dulu’ sembari tangannya diajungkan ke depannya.
“Iya. Aku akan kembali
ke dalam” jawab Aulia. (Kutukan Tanah
buton, 2018 : 129-130)
Kutipan diatas
menggambarkan tokoh Aulia yang hendak membagi air wudhunya untuk La An
dikarenakan La An lupa membawa air saat itu, La An pun menerima air pemberian
Aulia yang kemudia ia gunakan untuk berwudhu. Berdasarkan kutipan diatas
kepribadian tokoh Aulia adalah perhatian dan atau penolong. Jadi, ego yang dimiliki tokoh Aulia yaitu ia
rela memberikan air aqua miliknya untuk digunakan oleh La An saat berwudhu.
c)
Kepribadian yang dipengaruhi Super Ego
“Biar aku yang ke situ”
tiba-tiba pesan Aulia masuk dan berkata seperti itu.
“Dimana ?”
“Ditempatmu sekarang”
Aulia tahu kalau La An
sebenarnya sangat terpaksa meminta bantuan padanya. Dia juga menghargai La An
apabila uang itu diberikan dihadapan banyak orang. Begitulah kebaikan Aulia
yang sangat dikagumi La An. Bukan karena dia anak orang kaya, tetapi
penghargaannya pada orang itulah yang dikaguminya.
“Aku akan mengingatnya”
Aulia tersenyum, “
Tebal sekali bukunya, nanti kapan-kapan aku baca yah”
“Iya. Bacalah” sambil
menyodorkan buku itu
“Nanti bila kamu sudah
membacanya” kata Aulia
“Baiklah” (Kutukan Tanah Buton, 2018 : 147)
Kutipan diatas
menggambarkan tokoh Aulia yang tidak ingin membuat La An terhina dengan
memberikan uang kepada La An ditempat keramaian, ia berusaha datang sendiri ke
tempat La An berada karena dia betul-betul mengahargai perasaan La An.
Berdasarkan kutipan diatas kepribadian tokoh Aulia adalah pengertian. Jadi, super ego yang dimiliki tokoh Aulia
adalah ia betul-betul menghargai perasaan La An dengan tidak memberikan uang
yang hendak dipinjam La An kepadanya dihadapan orang banyak, itu pula yang
membuat La An sangat mengagumi Aulia.
·
Analisis
Teknik Pelukisan Tokoh Dalam Novel Kutukan
Tanah Buton Karya Safarudin
Untuk meluksikan tokoh dalam novel Kutukan Tanah
Buton, digunakan teknik ekspositori, teknik cakapan, teknik tingkah laku,
teknik reaksi tokoh, teknik reaksi tokoh lain, dan teknik pelukisan fisik.
a. Teknik
cakapan
percakapanpercakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
cerita biasanya juga dimaksudkan untuk menggambarkan sifat-sifat tokoh yang
bersangkutan.
b. Teknik
tigkah laku
Teknik tingkah laku yaitu tindakan yang bersifat
nonverbal, fisik. Apa yang dilakukan tokoh dalam wujud tindakan dan tingkah
laku dapat disebut sebagai menunjukkan reaksi tanggapan, sifat, dan sikap yang
mencerminkan sifat-sifat kediriannya.
c. Teknik
reaksi tokoh
Teknik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai tanggapan
atau reaksi tokoh terhadap
kejadian-kejadian yang dialaminya, keadaan, kata maupun tingkah-laku
tokoh dalam merespon seiap kejadian sebagai bentuk penampilan yang mencerminkan kediriannya.
d. Teknik
reaksi tokoh lain
Teknik reaksi tokoh lain dimaksudkan sebagai reaksi
tokoh terhadap suatu kejadian, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku
orang lain, dan sebagainya yang berupa rangsangan dari luar diri tokoh yang
bersangkutan.
e. Teknik
pelukisan fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan
dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak pengarang sengaja mencari dan
memperhubungkan adanya keterkaitan itu.
J.
Kesimpulan
Dari substansi data
yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan :
1. Berdasarkan
penelitian kepribadian tokoh yang telah dilakukan pada novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin
ditemukan kepribadian tokoh sebagai berikut.
a. Tokoh
Lakalila
·
Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : penurut, penyayang, ceria, tegas, dan semangat.
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Ego yaitu : dipercaya, baik hati, serta penolong.
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Super Ego yaitu : seorang yang setia dan pemberani
b. Tokoh
Tenri Ajeng
·
Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : penyayang dan penakut
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Ego yaitu : setia dan pemarah
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Super Ego yaitu : perhatian
c. Tokoh
Fadilah
·
Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu :
ceria, periang, dan penyedih
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Ego yaitu : penasehat dan pesimis
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Super Ego yaitu : penyabar dan perhatian
d. Tokoh
La An
·
Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : penurut, periang, pemalas, dan seorang pemakan.
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Ego yaitu : bijak, percaya diri, dan pemalu.
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Super Ego yaitu : jujur, setia, seorang yang sedang frustrasi dan stres.
e. Tokoh
Aulia
·
Kepribadian yang dipengaruhi Id yaitu : pemalu dan penyedih.
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Ego yaitu : perhatian dan atau penolong.
·
Kepribadian yang
dipengaruhi Super Ego yaitu : supel, perhatian, periang, penyedih, dan
pengertian.
2. Berdasarkan
penelitian teknik pelukisan tokoh yang peneliti lakukan pada novel Kutukan Tanah Buton karya Safarudin
ditemukan tenik-teknik pelukisan tokoh sebagai berikut.
a. Teknik
ekspositori
b. Teknik
cakapan
c. Teknik
tingkah laku
d. Teknik
reaksi tokoh
e. Teknik
reaksi tokoh lain
f. Teknik
pelukisan fisik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ratmana, M. K. S. N., & Milawasri, F. A. (2017). ANALISIS
KARAKTER TOKOH UTAMA WANITA DALAM CERPEN Pendahuluan Pengertian Cerpen Cerpen
adalah cerita yang. 1(2), 87–94.
Rifqiya, A., Pendidikan, J., Perancis, B., Bahasa, F., Seni,
D. A. N., & Yogyakarta, U. N. (2013). LA FÊTE DES MASQUES KARYA SAMI
TCHAK ( KAJIAN PSIKOANALISIS ).
Yanti, C. S. (2015). Religiositas islam dalam novel. 3(15).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar