Senin, 18 Mei 2020

KRITIK SASTRA PUISI

KRITIK SASTRA DALAM PUISI “AKU INGIN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO

Sapardi Djoko Damono, Penyair | Tokoh - Situs Budaya Indonesia


AKU INGIN

Karya : Sapardi Djoko Damono

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu

 

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


Puisi “Aku Ingin” merupakan salah satu dari sekian banyak karya puisi yang telah diciptakan Sapardi. Puisi ini juga merupakan salah satu puisi yang termuat dalam kumpulan puisi-puisi pilihan. Yang telah beliau jadikan satu dalam antalogi puisinya yang bertajuk Hujan Bulan Juni (Jakarta: Grasindo, 1994, 103 halaman). Meskipun setelah antalogi itu, terbit pula antalogi puisi Sapardi Djoko Damono lainnya. Namun, bagi beliau antalogi Hujan Bulan Juni laksana mewakili tonggak kepenyairannya. Tambah lagi, di bawah judul itu tertulis: pilihan sajak, yang mengisyaratkan bahwa antalogi itu memuat sejumlah puisi pilihan. Artinya juga, ia telah melewati proses seleksi: pemilahan dan pemilihan.

Jika mencermati perjalanan kepenyairan Sapardi Djoko Damono sejak awal hingga kini, maka kita akan menemukan semacam kesadaran penyair atas pemahamannya tentang “makhluk” yang bernama puisi. Baginya, puisi bukan sekedar ekspesi perasaan dari suara hati yang terdalam, sebagaimana diyakini para penyair romantis, melaikan pergulatan estetis dan tarik-menarik ruap perasaan yang melimpah. Ia harus dikendalikan. Gejolak perasaan itu juga mesti diintegrasikan dengan pemikiran, dengan kualitas intelek. Itulah kesadaran kecendekiaan yang berhubungan dengan penguasaan seorang penyair atasapa yang disebut bahasa kiasan. Dalam menulis puisi, Sapardi memiliki kekhasan tersendiri untuk menciptakan karya dengan bahasa yang ringan. Hal yang sama ia lakukan juga ketika menulis puisi "Aku Ingin". Beliau menyampaikan curahan hati mengenai penyesalannya dengan bahasa yang mudah dipahami, tidak ada diksi yang tidak lazim didalam puisinya. Puisi ini seakan-akan bercerita tentang cinta tak sampai.

Pada bait pertama terdapat sajak yang berbunyi; “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana/Dengan kata yang tak sempat di ucapkan/Kayu kepada api yang menjadikannya abu//. Si “Aku” dalam sajak ini digambarkan sebagai seorang “ingin mencintai dengan sederhana”. Namun, dibalik segala kesederhanaan itu kita merasakan ada sesuatu yang tersimpan begitu dalam. Disana ada kedalaman makna yang entah apa. Berbagai perspektif dapat pula menganggap mencintai dengan sederhana itu sebagai seorang  yang mencintai dengan tulus dan apa adanya, seseorang yang memberikan cintanya tanpa tanpa mengharapkan balasan. Namun, dapat pula sebaliknya. Bahwa untuk sebagian orang kata mencintai dengan sederhana itu sebenarnya mencintai dengan benar-benar tidak sesederhana itu, cara mencintai yang paling sulit bahkan mustahil untuk dilakukan. Disini keberagaman pendapat dalam menafsirkan makna mencintai dengan sederhana tentu berbeda-beda sesuai cara pandang pribadi setiap orang dalam mengartikannya. Tetapi, apa maknanya bagi kita ketika puisi itu sekedar berbicara tentang si “Aku” yang ingin mencintai dengan sederhana?

Sekarang mari kita cermati larik berikutnya. Dengan kata yang tak sempat diucapkan/Kayu kepada api yang menjadikannya tiada//. Ada penegasan makna “kata” dan “yang tak sempat diucapkan” pada larik kedua ini, dimana makna “kata” disini dapat diartikan sebagai sebuah keagungan/kekuatan cinta atau harapan si “Aku” tadi atas dasar mencintai dengan sederhana itu, atau dapat pula makna lain yang timbul dari kegelisahan si “Aku” ini akan suatu hal yang ingin ia wujudkan. Berikutnya yang tak sempat diucapkan, kalimat ini seakan menjadi hasil dari makna “kata” tersebut, makna kalimat ini dapat berarti sebagai sebuah kegagalan, kekalahan, atau bahkan kematian. Dapat dikatakan bahwa si “Aku” ini hendak mengungkapkan sesuatu, akan tetapi “kata” itu lebih dulu hilang harapanya oleh karena sesuatu yang membuatnya tak sempat diucapkan. Berikunya Kayu kepada api yang menjadikannya abu, Kalimat ini seakan menjadi gambaran yang menjelaskan larik pertama dan larik kedua. “Kayu” dan “api” disini dilukiskan seakan-akan dalam sebuah konflik percintaan yang menghasilkan “abu”. Makna kayu dapat diartikan sebagai sebuah batang pohon atau benda yang kokoh dan keras, akan tetapi ia mendapat mendapat pengaruh dari sebuah api, dimana api memiliki sifat panas, dan jika api tersebut berubah menjadi besar dapat meluapkan kobaran yang mendatangkan malapetaka. Sama halnya pada sajak “dengan kata yang tak sempat diucapkan”, kayu dan api ini menjadi perumpamaannya. Sebelum kayu sempat mengungkapkan perasaannya ke api ia lebih dahulu jadi abu, dengan kata lain cintanya tak sampai untuk diungkapkan.

Berikutnya pada bait kedua terdapat sajak yang berbunyi; Aku ingin mencintaimu dengan sederhana/Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan/Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada//. Pada larik pertama dibait kedua ini terdapat perulangan sajak yang sama dengan sajak dilarik pertama bait pertama, yaitu “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”, makna yang dikandungnya pun sama. Namun di larik kedua pada bait kedua ini terdapat sajak yang berbeda. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan, selain makna “kata”, juga terdapat makna “isyarat” yang lagi mengutarakan maksud si “Aku” dalam puisi ini. Kata “isyarat” tersirat menunjukkan bahwa si “Aku” memiliki sisi lain dalam caranya mengungkapkan sesuatu, terlepas dari kata atupun ucapan. kata “Isyarat” seakan menyampaikan sebuah tindakan si “Aku” yang hendak sampaikan namun sifatnya rahasia. Antara kata “sederhana” dan “isyarat” yang terdapat pada larik dibait kedua ini memiliki suatu kontras. Bahwa “mencintai dengan sederhana” yang dilukiskan sebagai sesuatu yang sifatnya apa adanya, tidak lebih dari sekedar arti pada umumnya atau bahkan sulit dilakukan bagi pribadi setiap orang, dipadu dengan makna “isyarat” yang dalam hal ini juga mengandung sebuah kegelisahan berupa rahasia dari si “Aku” ketika hendak mengungkapkan sesuatu terlepas dari kata-kata agar tidak ada siapapun yang mengetahui kehadirannya. Kedua problematika tersebut pada akhirnya membuat si “Aku” tak sempat menyampaikan isyarat atau rahasia yang dimilikinya.

Selanjutnya pada larik ketiga dibait kedua ini terdapat sajak; Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada. Disini ada kata “Hujan” dan juga “awan” yang lagi memiliki makna kontras. Secara, awan yang sebelum bertemu dengan hujan akan memberi kesan cerah disuasana langit entah pagi, siang, maupun sore hari. Sedangkan “hujan” merupakan ekspresi yang dihasilkan dari awan tersebut setelah menerima suatu sebab. Sajak ini dapat dimaknai sebagai suatu gejolak perasaan yang kemudia menerima sebuah tekanan sehingga membuatnya menjadi tiada.

Terlepas dari hal-hal tentang penafsiran diatas, tentunya bukan merupakan suatu kesimpulan secara utuh dalam menilik makna yang terkandung dalam sajak-sajak puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono ini, Setiap orang, setiap pribadi tentunnya memiliki cara pandang yang berbeda-beda dalam menafsirkan suatu hal, salah satunya tergantung kondisi jiwa dan perasaan si pembaca.

Pembicaraan ini tentu saja baru menyentuh salah satu aspek dari karakteristik sebuah puisi. Masih tersimpan begitu banyak kekayaan lain, makna lain yang boleh jadi lebih kompleks dan problematis. Sapardi Djoko Damono tampak benar memahami segenap kata dan larik dari puisi yang dituliskannya. Dengan begitu, makin jelas bagi kita, bahwa menulis puisi bagi Sapardi Djoko Damono bukanlah sekedar menumpahkan segala perasaannya yang terpendam nun jauh dari lubuk hatinya yang terdalam, melainkan kerja kreativitas yang menuntut wawasan luas dan juga kecerdasan intelektual.

Puisi menjadi sesuatu yang dapat dirasakan dan pikirkan, sekaligus juga merangsang kualitas penalaran kita untuk coba memahaminya secara menyeluruh dan lengkap. Itulah kualitas puisi yang sebenar-benarnya puisi!

1 komentar:

MAKALAH SENSUS PENDUDUK

Makalah MATA KULIAH : TEKNOLOGI INFORMATIKA SENSUS PENDUDUK                                                                           Disusu...